Kita sudah paham betul bahwa seseorang dibenarkan dihadapan Allah (diselamatkan) syaratnya hanya percaya kepada Yesus Kristus sebagai Penebus. Tetapi banyak terjadi kebingungan dikalangan Kristen akan apa artinya “percaya” itu. Mayoritas akan mengatakan bahwa percaya itu berarti harus melakukan apa yang Yesus katakan, harus disertai perbuatan baik.
Hal itu memang salah satu dari aspek arti “percaya.” Masalahnya, konsep itu kemudian diartikan bahwa keselamatan di dalam kekristenan tetap tergantung kepada perbuatan baik atau moralitas. Jadi pada akhirnya keselamatan akan tergantung lagi kepada perbuatan baik. Jika perbuatan baik seseorang “lebih berat” dari dosanya, maka ia bisa dinyatakan masuk Sorga. Jika tidak, maka ia akan masuk Neraka, atau setidaknya masuk purgatori untuk membayar kekurangan perbuatan baiknya seperti konsep Gereja Katolik.
Tanpa sadar, banyak orang Kristen memegang konsep keselamatan yang berdasarkan kepada moralitas melalui melakukan Hukum Taurat, seperti masih banyak dimengerti oleh kita orang Kristen Protestan. Padahal konsep tersebut adalah konsep keselamatan agama-agama di dunia yang berdasarkan kepada “kebenaran diri kita sendiri”, bukan berdasarkan kepada “kebenaran Allah” melalui iman kepada Yesus Kristus (untuk dapat mengerti konsep-konsep "kebenaran diri sendiri" vs "kebenaran Allah", lihat pembahasan Roma 10:1-3 di dalam buku " Roma" dengan klik disini")
Tanpa sadar kita akan menjadi persis seperti orang Yahudi yang mendasarkan kepada “kebenaran diri sendiri” yang menganggap bahwa mereka dapat diselamatkan dengan melakukan Hukum Taurat dengan ketat (baca Roma 10:1-3). Akibatnya, mereka menolak Yesus Kristus sebagai Mesias yang sebenarnya yang merupakan “kebenaran Allah” (= bahwa keselamatan melalui pengampunan dosa hanya dapat dilakukan manusia hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus dan karya-Nya).
Sayang sekali, banyak gereja-gereja kita Protestan yang tidak melihat lagi dasar-dasar keselamatan yang diajarkan oleh para Reformator yang mendirikan gereja-gereja Protestan. Kita sibuk dengan ajaran-ajaran moralitas, tanpa pernah lagi mengajarkan dasar-dasar Protestanisme yang penting, khususnya apa artinya Sola Gratia dan Sola Fide, disamping ketiga Sola lainnya (Sola Scriptura, Sola Christos & Soli Deo Gloria). Karena itu keselamatan menjadi konsep yang kabur dan abu-abu.
Cobalah tanyakan kepada rekan atau keluarga Anda “Jika kamu dipanggil Tuhan malam ini, apakah kamu pasti akan ke Sorga?” Banyak yang masih meragukan jawabannya. Ada juga yang mungkin menjawab dengan mantap “pastilah, kan sudah percaya Yesus!”
Sampai disitu jawabannya mungkin sudah benar. Tetapi jangan terkecoh. Coba tanyakan lagi “lah kita kan orang berdosa. Nah saat kamu dipanggil Tuhan itu kamu sedang di dalam dosa yang belum kamu selesaikan, misalnya kamu telah korupsi, atau menipu sehingga menyengsarakan orang. Atau kamu masih menyembunyikan dosa kesayangan kamu. Apakah kamu tetap akan selamat dalam posisi kamu berdosa seperti itu?” Kebanyakan akan gelagapan menjawabnya.
Ada juga yang memberi jawaban kosong seperti pernah disampaikan oleh salah seorang teman saya yang kebetulan seorang gembala gereja. Beliau menjawab dengan mantab: “wah pasti masuk nerakalah karena kita dipanggil dalam keadaan di dalam dosa. Karena itu kita harus hidup kudus, sambil menantikan kedatangan Tuhan (kematian kita) seperti 5 anak dara yang bijaksana itu.” Lalu saya tanya lagi teman saya itu “memangnya seberapa kudus hidup kita supaya kita bisa masuk Sorga pak pendeta? Saya tidak sedang mengatakan bahwa hidup kudus itu kurang penting karena kita harus belajar hidup kudus setelah diselamatkan. Tetapi jika hidup kudus adalah syarat untuk ke Sorga, maka tidak ada gunanya Yesus Kristus datang sebagai Penebus.”
Lalu saya melanjutkan, “lagipula bagaimana kita dapat mengukur apakah kekudusan kita sudah cukup untuk masuk ke Sorga? Apakah 51%, 60% atau 90%? Padahal kalau dibandingkan dengan tuntutan Allah yang 100% (sempurna), maka kekudusan kita bukan saja lebih kecil dari 51%, atau 10%, tetapi malah minus. Karena itu rasul Yohanes berkata bahwa jika seseorang berkata bahwa dia tidak memiliki dosa (=bisa hidup kudus 100%), maka ia adalah pendusta.” (1 Yoh. 1:8)
Teman saya yang sudah mengajar banyak orang dalam waktu yang lama itu tidak berkata apa-apa lagi selain berkata “bapak bisa-bisa aja” sambil pergi. Bayangkan, bagaimana pandangan jemaat tentang keselamatan jika pengajarnya memiliki pengertian seperti ini?
Illustrasi dialog saya itu merupakan gambaran bagaimana kosep keselamatan di dalam gereja kita sudah tidak menduduki tempat yang penting lagi di dalam gereja-gereja kita, dan digantikan dengan ajaran-ajaran moralitas belaka. Dan hal itu menyebabkan melencengnya konsep keselamatan di dalam gereja-gereja kita saat ini. Jika belum melenceng, setidaknya pengajaran yang benar tentang keselamatan yang diajarkan oleh para Reformator itu sudah tidak dimengerti dan dipegang lagi oleh Gereja. Oleh Karena itulah maka kita (Kristen Awam) melalui media-medianya, termasuk blog BTBM ini terus menerus menuliskan tentang konsep-konsep Keselamatan yang dipegang oleh para Reformator kita.
Jadi apakah maksud “percaya” dalam konteks “Keselamatan hanya didapat melalui percaya saja”?
Pembahasan tentang percaya (iman) yang menyelamatkan kali ini kita lakukan dari sudut yang praktis saja sehingga kita dapat mengerti apa maksud percaya yang menyelamatkan itu. Kita akan lakukan dengan illustrasi-illustrasi sehingga gampang dimengerti.
Untuk rekan-rekan yang ingin mengetahui lebih dalam tentang “Percaya (Iman) yang menyelamatkan,” dapat membaca blog kita disini yang berjudul “Saving Faith vs Natural Faith (Iman yang menyelamatkan vs Iman natural)” dengan klik disini.
Jika ditanyakan “apa sih maksudnya percaya kepada seseorang?” maka jawaban yang paling gampang dimengerti adalah “percaya kepada seseorang berarti kita percaya kepada perkataan orang itu!” Sesederhana itu.
Contoh: Jika seorang teman Anda telah berjanji akan menjemput Anda jam 08:00 pagi tepat, dan Anda mempercayainya, maka sebelum jam 08:00 Anda pasti sudah bersiap-siap. Itu berarti Anda percaya kepada janjinya. Tetapi jika Anda tidak mempercayainya, maka Andapun belum tentu bersiap sebelum jam 08:00 karena pengalaman Anda membuktikan bahwa teman Anda itu tidak dapat dipercaya janjinya.
Contoh lain. Jika Anda mempercayai teman Anda bahwa ia akan mengembalikan pinjamannya pada tanggal tertentu dan Anda memberi pinjaman tanpa merasa kuatir, itu artinya Anda mempercayainya. Anda percaya kepada perkataan atau janji teman Anda itu berarti Anda percaya kepadanya. Dan karena Anda percaya kepadanya, Andapun bertindak sesuai dengan ucapannya.
Demikian juga jika konsep ini diterapkan untuk arti dari percaya kepada Allah.
Kita percaya kepada Allah jika kita percaya kepada perkataan atau janji-Nya, dan bertindak berdasarkan perkataan atau janji Allah itu. Hasilnya adalah terealisasinya janji Allah itu.
Konsep ini terlihat di dalam seluruh sejarah keselamatan Alkitab.
Misalnya,
Keselamatan dari Maut oleh malaikat Maut pada peristiwa eksodus bangsa Israel. Saat Allah memerintahkan bangsa Israel untuk mengoleskan darah domba paskah itu diambang pintu mereka dan Allah berjanji untuk meluputkan mereka yang melakukannya dari malaikat maut, maka bangsa Israelpun percaya dan melakukannya. Hasilnya, mereka diluputkan dari maut (Kel. 12:12-13, 28).
Keselamatan dari Maut oleh pagutan ular berbisa. Saat orang Israel diperintahkan Allah untuk melihat kepada ular tembaga yang dibuat oleh Musa agar diluputkan dari maut, maka mereka yang percaya akan melihat kepada patung ular itu dan diluputkan dari maut meskipun mereka dipagut ular (Bil. 21:4-9).
Jadi tindakan mereka dalam melakukan apa yang dikatakan Allah itu merupakan bukti bahwa mereka percaya kepada Allah.
Uniknya, peristiwa patung Musa di atas dipakai oleh Tuhan Yesus sendiri untuk menggambarkan jalan keselamatan yang dibawa-Nya. Caranya sama, yaitu mempercayai janji keselamatan-Nya tanpa meragukan bahwa hal yang dijanjikan-Nya itu pasti akan terjadi:
“Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:14-15)
Jadi, kita diselamatkan dari hukuman maut, jika kita mempercayai perkataan/janji Kristus tentang keselamatan itu. Selanjutnya rasul Yohanes menjabarkan atau menegaskan janji perkataan Kristus itu dalam ayat-ayat sesudahnya:
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.
Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. (Yoh. 3:16-18)
Karena itu, jika kita ditanya dengan pertanyaan pertama di atas, dan saat kita menjawab “tentu saja aku akan ke Sorga karena aku telah percaya kepada Kristus, tidak peduli betapa berdosanya aku, karena aku hanya percaya kepada perkataan-Nya saja dan bukan kepada keadaanku!” dan Anda tidak meragukannya, maka itu artinya Anda sudah percaya dengan pengertian yang sebenarnya. Anda telah memiliki hidup kekal, karena begitulah janji dari Kristus dalam Injil Yohanes di atas.
Tetapi jika Anda menambahkan sesuatu kedalam jawaban Anda, misalnya “Ya, aku akan ke Sorga karena telah ditebus oleh Kristus dan aku sudah berusaha untuk hidup kudus...dst” atau “Iya, aku akan ke Sorga, tetapi...dst” atau “kan kita tidak tahu itu, semua kan terserah kepada anugerah-Nya. Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha sambil percaya..dst.” maka pada dasarnya Anda TIDAK PERCAYA kepada Kristus karena Ia sudah berkata “BARANGSIAPA percaya, ia tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Meragukan janji Allah/Kristus tentang keselamatan, berarti menuduh Allah sebagai PENDUSTA!
Jika Anda termasuk kepada golongan kedua (yang meragukan) keselamatan Anda, maka Anda bukan saja belum memiliki hidup kekal itu, tetapi lebih parah lagi, rasul Yohanes mengatakan bahwa Anda telah menuduh Allah sebagai “Pendusta.” Lihat perkataannya ini:
“Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang Anak-Nya.” (1Yoh. 5:10)
Surat pertama rasul Yohanes ini dituliskan kepada jemaat mula-mula yang digembalakannya dari Efesus untuk menegaskan bahwa mereka yang SUDAH PERCAYA kepada Kristus, maka mereka SUDAH MEMILIKI hidup kekal itu (1Yoh. 5:13).
Namun bagi mereka yang telah diberitahu, tetapi tidak/belum percaya juga, maka tanpa mereka sadari mereka itu telah menganggap Allah sebagai pendusta yang perkataannya tidak bisa dipercaya. Sikap ini sayangnya dimiliki oleh banyak orang Kristen, termasuk para pemimpinnya seperti pendeta, pengerja atau mungkin para pemimpin puncaknya. Kelihatannya sikap ini menunjukkan kerendah-hatian mereka, tetapi sebenarnya itu merupakan manifestasi yg menunjukkan bahwa mereka tidak percaya. Apakah karena belum mengerti, atau memang tidak percaya. Karena jabatan kegerejaan atau gelar-gelar teologi yang disandang oleh seseorang tidak ada hubungannya dengan iman dan keselamatannya.
Supaya kita lebih mengerti, saya berikan satu illustrasi lagi tentang sikap tidak percaya ini:
Ayah si Budi adalah seorang pedagang ayam di pasar. Sore itu saat ayah Budi pulang dari pasar, Budi bertanya kepada ayahnya berapa ekor ayam yang ayahnya bisa jual hari ini, dan ayahnya menjawab “30 ekor nak.”
Saat malam hari si Budi ikut latihan koor pemuda di gerejanya, dan pendetanya bertanya kepadanya “Hai Bud, apa kabar ayahmu hari ini?”, Budi menjawab “baik pak pendeta.” Lalu pak pendeta tanya lagi “Bagaimana bisnis beliau, bagus kan? Berapa ekor beliau bisa jual hari ini?” Budi lalu menjawab “kurang tahu pak pendeta,” atau “katanya sih 30 ekor, tapi saya kurang pasti pak pendeta..”
Apakah arti jawaban Budi ini? Artinya Budi kurang percaya atau tidak percaya kepada ayahnya, karena dia tidak percaya kepada perkataan ayahnya yang menjawab menjual 30 ekor hari ini. Jika didalami sikap ini, maka ini berarti Budi tidak mempercayai ayahnya dan menganggap ayahnya sebagai “pendusta.”
Demikian juga halnya sikap kita terhadap keselamatan yang telah disediakan. Jika kita mengatakan bahwa kita tidak dapat memastikan keselamatan kita (oleh karena alasan apa saja), padahal Allah telah mengatakannya melalui Kristus sendiri, maka pada dasarnya kita tidak mempercayai-Nya dan lebih parah lagi, kita telah menganggap-Nya sebagai Pendusta!
Bayangkan betapa berbahayanya sikap demikian, karena kita menempatkan diri sebagai rekan Iblis, musuh Allah yang tidak mempercayai-Nya. Pastikan Anda mengerti & mengalami keselamatan Anda dengan rajin membaca Alkitab Anda dan mengikuti pengajaran-pengajaran Alkitabiah yang dapat Anda peroleh melalui pelayanan-pelayanan pengajaran yang baik.
Jika Anda dapat mengerti bahasa Inggris, saya rekondasikan untuk mendengar khotbah-khotbah para pendeta Protestan Injili atau Reformed di Sermonaudio.com (atau unduh applikasinya di Google Play), atau unduh buku tulisan saya “Doktrin Keselamatan” di link di bawah.
Salam Kristen Awam
FB page: @KristenAwamPencariSorga
Youtube Channel: Kristen Awam
Website:
Buku-buku tulisan Kristen Awam dan terbitan BTBP dapat anda unduh di:
atau buku-buku teksbook seminary di:
Buku tentang Keselamatan (Doktrin Keselamatan) dapat diunduh dari:
Comments