Makna Teologis
“Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah.” (Yoh. 13:3)
“Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.” (Yoh. 14:28)
Dari kedua ayat ini saja kita dapat melihat suatu hubungan yang unik antara keTiga subsistensi (Pribadi) Allah itu, khususnya hubungan antara Anak dan Bapa. Konteks kedua ayat itu adalah merupakan suatu rangkaian dalam dialog Yesus bersama ke 12 murid-murid-Nya pada hari terakhir-Nya bersama-sama dengan mereka.
Sekalipun kedua ayat ini tidak secara eksplisit berbicara tentang kenaikan Yesus ke Sorga, tetapi didalamnya terkandung makna dari kenaikan itu. Peristiwa kenaikan Kristus yang kita rayakan hari ini adalah kembalinya Anak “kepangkuan Bapa-Nya.”
Frasa-frasa “Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah” dan “Aku pergi kepada Bapa-Ku” merupakan pengajaran Yesus yang sangat dalam kepada para murid-Nya dan kepada kita sekarang. Hal itu menggambarkan secara jelas hubungan antara Anak dengan Bapa. Apalagi jika digabungkan dengan ayat-ayat lain tentang keSatuan keDuanya, seperti Yoh. 10:30 dan Yoh. 1:18.
Dalam Injil Yohanes 1:18, rasul Yohanes menuliskan bahwa Anak ada “dipangkuan” Bapa. Kata “pangkuan” diterjemahkan dari bahasa Yunani “kolpos” (κόλπος) yang dalam bahasa Inggrisnya “bosom” (dada), dan sering dimengerti juga sebagai “creek” (sungai kecil yang akan bermuara ke sungai besar). Jadi maknanya, saat Yesus kembali kepada Bapa, pada hakikatnya Dia kembali “masuk ke dalam dada Bapa” atau bersatu kembali dengan Bapa.
Atau dapat dijelaskan dari pengertian kedua, yaitu Yesus seperti sungai kecil yang kembali menyatu kepada sungai besarnya, yaitu Bapa. Karena itu Tuhan melanjutkan kata-kata-Nya tentang mengapa para murid seharusnya berbahagia dengan mengatakan alasannya “sebab Bapa lebih besar dari pada Aku” (Yoh. 14:28). Artinya, dengan kembalinya Yesus kepada Bapa, maka Ia sudah kembali lagi memakai seluruh “kesetaraan-Nya” dengan Bapa yang Dia harus tanggalkan saat berinkarnasi (Fil. 2:6-7).
Yesus bukan hanya kembali kedalam Sungai Besar Bapa-Nya, tetapi Dia telah membawa imanensi-Nya kepada Allah yang Transenden. Maksudnya, Allah yang tadinya selalu transenden (tidak dapat dijangkau atau dimengerti), sekarang Dia telah “menambahkan” natur manusia-Nya kepada keAllahan-Nya (The Godhead). Karena itu di Sorga kekal kita dapat “melihat wajah-Nya” (Why. 22:4). Wajah yang kita lihat itu adalah wajah Allah Trinitas yang dipancarkan melalui sosok tubuh Anak Domba (Yesus Kristus). Allah Bapa akan selamanya transenden dan Roh Kudus akan dinyatakan melalui simbol-simbol, seperti api yang menyala-nyala (Why. 4:5) atau mata yang Maha Tahu (Why. 5:6), dan Anak adalah perwujudan yang imanen dari Bapa yang transenden.
Karena itu pewahyuan kepada rasul Yohanes, hubungan antara Anak dengan Bapa itu digambarkan sebagai Lampu & Cahayanya (Why. 21:23). Cahaya tidak berbentuk namun dapat dirasakan kehadirannya, dan lampu adalah bentuk dari sumber cahayanya. Jadi lampunya dapat dilihat bentuknya dan diraba, dan dari padanya keluar cahaya itu.
Begitulah hubungan keDuanya yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Bapa adalah Allah dalam keadaan yang selamanya transenden, dan Anak adalah keadaan Allah yang selamanya imanen. Karena Anak adalah bentuk Allah yang kelihatan dan daripada-Nya terpancar cahaya kemuliaan Allah yang transenden, maka penulis surat Ibrani menyimpulkan bahwa Yesus adalah “cahaya kemuliaan Allah” dan “gambar wujud Allah” (Ibr. 1:3).
Jika kita mengerti keSatuan ini, maka tidak akan muncul lagi keberatan-keberatan tentang Trinitas sehingga timbul bidat-bidat yang masih ada saat ini seperti “Kristen” Unitarian dan Oneness Pentacostalism (Jesus Only). Semua bidat ini muncul karena kegagalan untuk mengerti dan mempercayai keSatuan antara keTiga Subsistensi (Pribadi) di dalam Trinitas itu. Unitarian gagal untuk mengerti bahwa Yesus sebagai inkarnasi Allah itu setara dengan Bapa karena tidak mengerti keSatuan keTiganya, terutama keSatuan Anak di dalam Trinitas karena menganggap bahwa Yesus “lebih rendah” dari Bapa dan hanya berupa “allah minor” (the Lesser God) seperti yang dimengerti oleh Saksi-saksi Yehuwah.
Disisi lain, Oneness Pentacostalism yang banyak dipegang oleh kalangan Pantekosta dan Karismatik, mengerti keSatuan Allah seperti Unitarian, namun menyamakan antara keTiga Pribadi (Subsistensi) itu sebagai Satu Pribadi. Jadi Anak dimengerti sebagai SAMA dengan Bapa, dan bukan “Satu” seperti yang dikatakan oleh Tuhan sendiri (Yoh. 10:30). Mereka mengajarkan bahwa Allah yang Satu itu dalam Perjanjian Lama menyatakan diri sebagai Bapa (Yehova/Yahweh) yang mencipta, lalu di dalam Perjanjian Baru Dia menyatakan Diri—Nya sebagai Yesus, dan dalam zaman Gereja sebagai Roh Kudus. Karena itu fokus mereka mereka sekarang adalah kepada Roh Kudus dan karunia-karunia-Nya.
Peristiwa kenaikan Yesus untuk “kembali kepada Allah” ini mengingatkan kita bahwa Yesus Kristus telah bersatu kembali dengan Bapa dengan membawa sertanya natur imanensi-Nya.
Makna Praktis
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.
Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.” (Yoh. 14:1-3)
“Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu.
Joh 16:8 Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yoh. 16:7-8)
Selain makna teologis yang terkandung dalam peristiwa kenaikan Kristus di atas, kita dapat mengambil beberapa makna praktis yang dapat memberi kita pengharapan dari kembalinya Kristus ke pangkuan Bapa. Diantaranya adalah:
1. Kenaikan-Nya kembali ke rumah Bapa adalah untuk mempersiapkan tempat bagi orang-orang tebusan-Nya yaitu ditempat Allah sendiri bersemayam (“di rumah Bapa-Ku”). Renungkan sejenak kemuliaan yang disediakan bagi kita ini. Tempat kita itu bukan sekedar di Sorga, tetapi langsung ditempat Allah bersemayam. Jika kita mempercayai bahwa ada tingkatan-tingkatan langit dan hanya Allah saja berada di “langit tertinggi”, maka disini Yesus mengatakan kita akan berada di “langit tertinggi” itu, bukan langit-langit yang inferior. Karena itu rasul Paulus tidak bisa membandingkan kemuliaan itu dengan penderitaan berat apapun yang kita derita di dunia ini (Rom. 8:18).
2. Perkataan Tuhan itu juga merupakan jaminan dan penghiburan bagi kita yang sakit, sudah tua ataupun yang sedang menjelang ajalnya. Ketakutan kita terhadap kematian terutama diakibatkan karena tidak mengetahui apa yang terjadi dengan kita setelah kematian. Sama seperti seorang yang merantau ke tempat jauh tanpa tahu tujuannya kemana dan siapa yang akan menjemputnya. Tetapi di dalam Yoh. 14:3 di atas, Tuhan sendiri yang akan menjemput umat tebusan-Nya dan Dia juga yang akan membawa kita ke tempat-Nya. Itu seperti kita akan bepergian ke suatu negara dimana Presidennya sendiri yang langsung akan menjemput dan membawa ke istananya. Mengapa kita harus takut kematian lagi?
3. Kenaikan Yesus kembali kepangkuan Bapa menyebabkan turunnya Roh Kudus untuk tinggal bersama-sama dengan umat tebusan-Nya sehingga mereka dapat bertahan di dalam dunia ini sampai waktunya mereka dijemput Tuhan (Yoh. 16:7. Bandingkan juga Ef. 1:13-14). Roh Kudus akan membawa kehidupan riil umat tebusan Kristus untuk hidup dalam kekudusan dan kemuliaan yang terus bertumbuh sampai dimuliakan saat kematiannya. Semua itu hanya dimungkinkan karena kenaikan Yesus Kristes kembali ke pangkuan Bapa-Nya.
Pikirkanlah betapa mulianya peristiwa kenaikan ini sehingga kita wajib mengucap syukur untuk anugerah yang besar ini. Tetaplah bertahan dalam semua kesusahan kita dan tetap giat dalam pekerjaan Tuhan, karena kita tahu kemuliaan yang menanti kita.
“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1Kor. 15:58)
Terimakasih, semoga bermanfaat.
Batam, 09 Mei 2024
Salam Kristen Awam
FB page: @KristenAwamPencariSorga
Youtube Channel: Kristen Awam
Website:
Catatan:
Untuk buku-buku BTBM & Buku-buku Teologi lainnya saat ini belum dapat didownload karena Store kami di Diunduhaja.com mengalami kerusakan oleh kelalaian Hoster kami. Kami akan segera mengalihkan Toko Buku Rohani kami ke hoster lain. Mohon Maklum.
留言