Kita orang Kristen awam ini sering tidak dapat membedakan apa itu “iman yang menyelamatkan” (Saving Faith) dengan “iman natural” (iman yang dimiliki semua orang secara natural).
Akibatnya, banyak orang Kristen yang merasa yakin sudah diselamatkan karena sudah menganut agama Kristen, sekalipun tidak memiliki pengertian dan pengalaman hubungan dengan Tuhan Yesus secara pribadi dan riil (nyata dalam keseharian). Kita akan bicarakan arti keduanya dan kemudian fokus kpd Iman yang menyelamatkan.
Tujuannya agar kita masing-masing dapat mengevaluasi diri kita apakah kita telah memiliki iman yang menyelamatkan itu, atau belum. Karena di akhir zaman nanti banyak orang yang mengira dirinya sudah mengenal & dikenal Tuhan, rupanya belum/tidak (seperti dalam Mat. 7:22, atau 5 anak dara yang bodoh itu). Lebih baik sekarang kita mengevaluasi diri, karena benarlah kata pepatah kita “menyesal kemudian tidak ada gunanya.”
IMAN NATURAL
Manusia dilahirkan dengan iman natural, yaitu kemampuan mental untuk mempercayai sesuatu secara natural. Seorang bayi mempercayai ibunya yang selalu mengasuhnya. Kita mempercayai sepeda motor atau mobil kita untuk membawa kita, atau kursi yang selalu kita duduki tanpa harus selalu memeriksanya lebih dahulu sebelum dipakai. Kita percaya bahwa besok matahari masih terbit dari Timur. Atau kita percaya makanan yang dihidangkan kepada kita oleh teman kita, dst.
Iman natural ini diperlukan dalam setiap langkah hidup kita (bayangkan kalau setiap kali mau makan, kita harus periksa dulu makanannya di laboratorium untuk mengecek apakah mengandung racun, bagaimana repotnya hidup kita?). Kenyataannya, setiap langkah hidup kita, kita memerlukan iman. Ini iman natural.
Namun iman natural ini bukanlah iman yang menyelamatkan yang dimaksud Alkitab. Seorang anak misalnya akan menjadi Kristen dan secara natural akan menolak iman lain karena dia telah dibesarkan di dalam keluarga Kristen. Tetapi tidak berarti dia telah memiliki iman yang menyelamatkan. Waktu yang akan membuktikan apakah ia memiliki iman yang menyelamatkan atau hanya memiliki iman natural saja.
Faktanya, banyak orang yang beragama Kristen (NIK nya Kristen, rajin ke Gereja, merayakan acara-acara Kristen, dsb.) namun tidak pernah memiliki pengertian yang benar tentang iman Kristen karena tidak pernah bersungguh-sungguh berusaha mengerti iman Kristen dengan baik (seorang yang diberikan Saving Faith oleh Tuhan terlihat dari adanya pertumbuhan pengenalannya akan Kristus), atau masih melakukan penyembahan berhala (orang Kristen masih banyak yang percaya kepada dukun, okultisme dan memakai jimat), atau membunuh/membenci orang, sundal dsb. Padahal Alkitab telah memberitahu bahwa orang-orang yang melakukan ini adalah mereka yang akan binasa (mis. Why. 21:8, 22:15).
Karena itu kita harus mengerti dengan jelas dan benar, bahwa menjadi Kristen tidak otomatis sudah mengalami keselamatan. Karena kemungkinan besar kita hanya memiliki iman natural saja.
Malahan kita harus benar-benar memperhatikan perkataan Tuhan sendiri bahwa “sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Mat. 7:14)
Pauluspun mengulangi peringatannya dengan memberi gambaran tentang bangsa Israel bahwa “Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.” (1Kor. 10:5).
Semoga kita menjadi bagian dari yang “sedikit” yang mendapati jalan kehidupan itu.
Jadi, apakah “iman yang menyelamatkan” itu?
IMAN YANG MENYELAMATKAN (SAVING FAITH)
Secara etimologI (pengertian bahasa/kata yang dipakai), percaya dalam bahasa Yunani mengandung arti bukan hanya percaya dari segi intelek dan perasaan saja, tetapi juga mengandung arti kehendak dan tindakan, yaitu mau mempercayakan diri terhadap yang dipercayainya. Jadi TINDAKAN mempercayakan diri (Ing.: “to put trust in” , “to entrust”) terhadap orang/benda yang dipercayai merupakan arti yang inheren didalam kata “percaya.” Jadi percaya dalam pengertian yang sebenarnya mencakup arti:
Secara intelek: mengerti apa yang dipercayainya,
Secara perasaan: merasakan apa yang dipercayainya,
Secara kehendak: mau untuk melakukan apa yang dipercayainya, dan
Tindakan: bertindak melakukan apa yang dipercayainya.
Cakupan percaya yang membawa keselamatan ini dinyatakan dengan sangat jelas dan indah oleh Tuhan sendiri didalam perumpamaan tentang anak yang hilang itu. Unsur-unsur Saving Faith itu telihat jelas dalam perumpamaan kembalinya anak yang hilang itu (Luk. 15:17-24)
17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.
22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.
23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.
24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. (Luk. 15:17-24)
Perhatikan kalimat/kata-kata yang dimiringkan. Lihatlah langkah-langkah/tahapan-tahapan Keselamatan anak itu:
Tahap pertama adalah perubahan dalam pikiran/intelek dan perasaan (“lalu ia menyadari keadaannya”). Pikiran anak itu terbuka sekarang bahwa kehidupannya sekarang jauh lebih susah dibandingkan jika ia berada dirumah Bapanya. Bahkan para pelayan disana jauh lebih nikmat dan terhormat hidupnya. Lalu ia mulai memikirkan untuk kembali kerumah Bapanya. Sejalan dengan pikirannya, maka hatinya juga merasa sedih, bukan terutama karena keadaannya yang susah, tetapi karena ia sadar ia telah berdosa terhadap Bapanya dan Rumah-Nya (sorga). Inilah tahapan awal, yaitu adanya kesadaran/pengertian akan dirinya yang berdosa dan kedukaan bahwa ia telah berkhianat terhadap Allah dan Kerajaan-Nya. Pengetahuan akan keadaan dirinya yang berdosa dan adanya Perasaan penyesalan yang mendalam adalah langkah awal dan penting dari Keselamatan. Tanpa itu Keselamatan hanya bersifat semu, karena tanpa Pengetahuan dan Perasaan yang mendalam tentang keadaannya yang berdosa, tidak ada pertobatan sejati, tidak ada Keselamatan. Inilah perubahan cara berpikir.
Perubahan cara berpikir ini merupakan unsur iman pertama yang oleh para Reformator diberi nama sebagai “NOTITIA” (latin dari “knowledge”, pengetahuan).
Tahapan yang kedua adalah adanya perubahan Kehendak (will). Lihat ayat 18. Si anak tidak hanya menyadari keadaannya dan berduka karenanya, namun dilanjutkan dengan keinginan hati (kehendak) untuk pulang kepada Bapanya dan memohon pengampunan-Nya (“aku akan bangkit dan pergi kepada Bapaku...”). Adanya kesadaran dan perasaan yang dalam tentang dosanya tanpa disertai KEMAUAN untuk bertobat dan percaya tidak akan menghasilkan tindakan pertobatan. Karena itu keduanya menjadi tidak berguna. Kesadaran dan Perasaan harus diikuti dengan Kemauan agar menghasilkan Tindakan pertobatan yang membawa kepada Keselamatan. Banyak kita temukan didalam gereja maupun didalam pertemuan-pertemuan penginjilan, dimana seseorang menangis meraung-raung menyesali dosa-dosanya, namun setelah acara usai, mereka kembali kepada kehidupan yang lama, kepada dosa lama. Tidak ada pertobatan sejati karena tidak disertai KEMAUAN untuk meninggalkan dosanya dan kembali kepada Allah. Sekali lagi, supaya kita mengerti bahwa Keselamatan adalah semata-mata anugerah, Kemauan yang dapat menghasilkan tindakan adalah juga karena kasih karunia Allah saja. Melalui Roh Kudus-Nya, Allah menguatkan kehendak seseorang dan memampukannya bertindak untuk meninggalkan dosa dan berpaling kepada Kristus (band Yoh. 6:44, 65 dimana tanpa anugerah Allah, tidak seorangpun yang dapat percaya dan datang kepada Kristus). Inilah perubahan Kehendak: yang tadinya keinginannya hanya berfoya-foya dan hidup dalam dosa, sekarang ia menginginkan kembali kepada kasih Bapanya. Inilah pertobatan Kehendak.
Perubahan kehendak ini merupakan unsur iman kedua yang oleh para Reformator diberi nama “ASSENSUS” (latin dari “assent”, persetujuan terhadap suatu kebenaran)
Tahapan selanjutnya adalah TINDAKAN pertobatan dengan menyerahkan sepenuhnya nasibnya kepada Bapanya: “maka bangkitlah ia dan pergi kepada Bapanya” (ay. 20). Didalam tahapan yang secara teologis sering disebut sebagai “perpalingan” (conversion) ini, terjadi dua hal sekaligus, yaitu tindakan untuk meninggalkan dosa-dosanya (“maka bangkitlah ia”) dan untuk berpaling kepada Allah (“pergi kepada Bapanya”). Sejalan dengan tindakan ini, dengan kesadaran penuh akan dosanya, si anak kemudian dengan harap-harap cemas dan dengan kerendahan hati memohon pengampunan Bapanya (ay. 21: “Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa”). Tindakan ini merupakan PUNCAK dari semua proses Keselamatan yang melibatkan manusia. Proses selanjutnya merupakan tindakan penerimaan dan pengampunan dari Allah yang menerima kembali anak yang hilang dan memulihkan semua hak-hak ke-anakan-nya kembali.
Tindakan anak untuk meninggalkan dosa, mengaku dosa dan menyerahkan sepenuhnya nasibnya kepada Bapanya merupakan unsur iman ketiga yang diistilahkan oleh para Reformator sebagai “FIDUCIA” (latin dari “trust in”, mempercayakan kepada).
Inilah ketiga unsur dari Saving Faith (Iman yang menyelamatkan) yang terlihat dalam tahap-tahap pertobatan seseorang. Tanpa pengalaman pertobatan seperti ini, kemungkinan kita belum memiliki the Saving faith itu.
Gbr.: Ketiga Unsur Iman Yang Menyelamatkan dlm Proses Pertobatan
Cat.: Agar dapat lebih mengerti tentang kepastian keselamatan pribadi kita, ikuti Blog selanjutnya tentang “Kepastian Keselamatan”
Comments