Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. (Gal. 5:4)
Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat." (Gal. 3:10)
Kedua ayat tersebut hanya beberapa ayat dari pernyataan-pernyataan keras rasul Paulus kepada sebahagian orang jemaat Galatia yang memegang pengertian bahwa Kristus saja tidak cukup untuk keselamatan mereka. Untuk dapat diselamatkan, mereka harus percaya kepada Kristus plus melakukan ritual Hukum Taurat, seperti bersunat. Ini merupakan pertentangan antara Injil sejati dengan “Injil lain” (Gal. 1:6), atau antara Injil sejati dengan “Injil ++” seperti yang telah kita bahas dalam blog-blog terdahulu.
Surat Galatia, bersama dengan surat Roma, merupakan surat-surat Paulus yang membahas tentang perbedaan antara keselamatan melalui iman saja vs melalui perbuatan, khususnya melalui ketaatan kepada Hukum Taurat.
Jika dipikir-pikir, bukankah lebih baik bagi Paulus untuk membiarkan orang-orang yang sudah percaya dari kalangan Yahudi untuk tetap memegang ritual yang “alkitabiah”? Mengapa dia tidak bisa berkompromi seperti Petrus dan Yakobus, yang mungkin berpikir “demi persatuan atau perkembangan gereja” (Gal. 2:11-14)?
Sebab rasul Paulus lebih mengerti bahaya dari konsep yang ada di dalam pengertian Yahudi yang salah terhadap Hukum Taurat. Berbeda dengan Petrus dan Yakobus yang adalah orang-orang sederhana dan sedikit mengerti tentang Hukum Taurat, rasul Paulus adalah teolog Hukum Taurat yang hebat. Ia adalah murid asuhan Gamaliel, seorang Teolog & Pemimpin Yahudi yang paling dihormati di zaman itu, yang perkataannya selalu menjadi fatwa dari Majelis Ulama Yahudi (Sanhedrin) zaman itu (Kis. 5:34, Kis. 22:3).
Bahkan Paulus adalah murid yang paling menonjol yang berbeda dengan murid-murid lainnya, sehingga ia berani mengatakan bahwa ia telah mentaati Hukum Taurat dengan “tidak bercacat” (Fil. 3:6).
Dengan latar belakang pengetahuan tentang Hukum Taurat yang sangat detil dan mendalam seperti itu, Paulus dapat mendeteksi bahayanya “Injil lain” seperti itu, yang tidak dapat ditangkap oleh Petrus dan Yakobus. Karena itu ia berani dengan keras menentang Petrus dengan frontal dihadapan jemaat, agar jemaat tidak ikut tersesat karena sikap “toleransi teologis" dari Petrus itu (Gal. 2:11-14). Rupanya pandangan Petrus juga dipegang oleh Yakobus sehingga membentuk suatu aliran yang oleh Paulus disebut sebagai “kalangan Yakobus” (Gal. 2:12). Artinya, pada gereja mula-mulapun konsep “Injil ++” itu sudah mulai merongrong.
Tetapi Tuhan Pemilik Gereja tentu terus memurnikan Gereja-Nya. Ia memakai seorang Teolog yang telah dibuka mata rohaninya untuk membersihkan Gereja dari bahaya yang mengancam domba-domba-Nya. Ia memakai Paulus untuk membersihkan ladang gandum-Nya dari lalang-lalang yang mengancam kehidupan gandum-gandum-Nya.
Sampai sekarang bahaya tersebut masih nyata dan mencari kesempatan untuk masuk. Memang namanya bukan lagi “Hukum Taurat” dan sudah mengambil kosa-kosa kata yang berbeda, tetapi intinya tetap saja, yaitu menambahkan anugerah Allah dengan sesuatu (yang kita bisa istilahkan sebagai “Sola Gratia ++” atau “Sola Gratia, tapi..” atau juga bisa disebut “Injil ++” atau “Injil lain”).
Jadi, apakah Hukum Taurat itu tidak baik? Mengapa ia tidak bisa dipakai sebagai salah satu “bahan” untuk keselamatan? Tentu saja Hukum Taurat itu baik, karena Ia diberikan oleh Allah yang baik. Bukan saja ia baik, tetapi juga kudus dan benar (Rom. 7:12), karena ia rupakan tuntutan kesempurnaan dari Allah yang Kudus, Benar dan Baik.
Tetapi Hukum Taurat tidak dimaksudkan sebagai jalan keselamatan, karena tidak mungkin seorangpun dapat melakukan tuntutan kesempurnaannya (Gal. 2:16, 3:11; Rom. 3:20, 28). Ia hanya “penuntun” kepada Injil (Gal. 3:24-25). Ia “ditambahkan” karena adanya pelanggaran-pelanggaran (Gal. 3:19; Rom. 5:20).
Tujuan utama Hukum Taurat adalah agar manusia dapat mengerti bahwa ia tidak mungkin dapat melakukan Hukum itu dengan sempurna. Dengan demikian mereka hanya dapat mengharapkan keselamatan berdasarkan anugerah pengampunan saja, dan bukan karena perbuatan mereka. Jadi Hukum Taurat merupakan alat untuk mempersiapkan manusia untuk percaya kepada Injil sesudah mereka sadar bahwa mereka adalah orang berdosa yang tidak dapat menyelamatkan dirinya dengan kebaikan-kebaikannya (Rom. 11:32; Gal. 3:22).
Hagar (hamba) vs Sarah (pewaris): Hukum Taurat vs Injil (Gal. 4:21-31)
Agar jemaat di Galatia lebih mengerti kedudukan Hukum Taurat dalam keselamatan sejati yang dibawa oleh Injil Kristus, rasul Paulus memberikan gambaran perbedaan antara Hagar vs Sarah. Hagar, sekalipun ia memiliki anak laki-laki (Ismael), tetapi anaknya itu tidak bisa memiliki hak waris. Hak waris hanya dapat dimiliki melalui anak Sarah (Ishak) yang keberadaannya didasarkan kepada janji Allah kepada Abraham.
Hagar “ditambahkan” kedalam keluarga Abraham karena “pelanggaran” Abraham yang tidak percaya kepada janji Allah sepenuhnya. Keraguannya tentang janji itu membuatnya mengambil Hagar yang bukan pemilik janji, sehingga keluarlah Ismael.
Sekalipun Ismael adalah juga anak Abraham, tetapi ia BUKAN pemilik janji. Bahkan Allah kelihatan demikian kejam dengan menyuruh Abraham untuk mengusir Hagar dan Ismael dari lingkungan keluarganya dan hampir mati di padang gurun karena kehausan.
Kelihatannya Allah tidak ingin bermain-main atau berkompromi dengan sistim keselamatan yang ditetapkannya. Karena itu Ia dengan tegas mengusir Hagar dan Ismael keluar dari sistim perjanjian-Nya.
Sama seperti Hagar yang “ditambahkan” kepada keluarga Abraham karena pelanggarannya, demikian juga Hukum Taurat “ditambahkan” kepada orang Israel karena pelanggaran-pelanggaran bangsa itu (Gal. 3:19; Rom. 5:20).
Namun keselamatan sejati hanya didapat melalui janji, yaitu keselamatan melalui iman yang digenapi dalam Injil.
Karena itu, sama seperti Abraham harus mengusir Hagar dan Ismael, maka Injil yang sejati harus dipisahkan dari sistim keselamatan yang berdasarkan kepada perbuatan (Hukum Taurat).
Aplikasi praktisnya?
Hal itu berarti kita harus memegang secara ketat bahwa keselamatan adalah hanya berdasarkan kasih karunia saja (Sola Gratia) dan tidak memiliki unsur perbuatan didalamnya (Sola Gratia ++).
Bagaimana membedakan keduanya? Kita sudah membahas hal ini di beberapa blog terdahulu, tetapi kita akan terus mengulanginya agar kita dapat mengerti dengan benar dan tidak terjatuh kepada kesalahan yang kelihatan “sepele” itu.
Kalau begitu, bagaimana kedudukan perbuatan dalam keselamatan?
Kita akan membahas secara khusus masalah ini, tetapi kita dapat berikan intisarinya:
Perbuatan baik tidak ada hubungannya dengan “untuk mendapatkan keselamatan.”
Perbuatan baik merupakan “salah satu tanda adanya keselamatan” di dalam seseorang. Jadi perbuatan baik merupakan buah akan adanya keselamatan di dalam diri seseorang.
Para Reformator protestan merangkumkan keduanya dalam suatu semboyan yang indah:
“Salvation is through faith alone, but faith that is never alone”
(Keselamatan adalah melalui iman saja, tetapi iman yang tidak pernah sendirian – yaitu iman yang pasti menghasilkan perbuatan baik)
Jadi perbuatan baik adalah suatu BUKTI adanya iman yang menyelamatkan di dalam diri seseorang, sama seperti kata rasul Yakobus:
Yakobus 2:18 (TB) Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku."
Karena itu rekan-rekan btbm, jadilah bijak dengan tekun mencari kebenaran, sehingga kita tidak terjerat dengan memegang konsep Injil++ sehingga harus diusir dari lingkaran kasih karunia. Bukan kehilangan keselamatan, tetapi jika kita masih memegang konsep demikian, itu merupakan bukti bhw kita belum memiliki keselamatan sejati.
Untuk dapat terus memiliki konsep yang holistik tentang keselamatan, rekan-rekan bisa mempelajari Keselamatan ini dari Channel Youtube kita Kristen Awam berikut:
Semoga bermanfaat
Salam Kristen Awam
Komentarai