Seri Akhir Zaman #5: Pernikahan Abadi - Dari Sinai ke Pelaminan Anak Domba - Sebuah Karya Tenunan Ilahi
- Sihol Christian Robirosa
- 3 days ago
- 7 min read

Allah tidak bekerja serabutan. Ia sering bekerja dengan suatu pola sehingga kita bisa dapat mengertinya dengan lebih baik. Demikian juga Ia telah membuat pola untuk masa depan ummat-Nya yang kita harus pahami agar kita dapat menafsir dengan benar semua tindakan-Nya bagi kita ummat-Nya. Kali ini kita diskusikan pola yang Allah tenun dalam pernikahan yang ditunjukkannya di gunung Sinai yang kemudian menjadi pola yang dipakai dalam prosesi pertunangan dan pernikahan Yahudi. Pola itu juga yang harus kita pakai untuk mengerti karya penyelamatan orang percaya, mulai penebusan-Nya sampai kedatangan-Nya yang kedua dan sampai kekekalan. Mari kita ikuti dengan seksama.
Sebagai seorang yang mempelajari jejak-jejak ilahi dalam sejarah dan nubuatan, saya terus terpesona oleh cara Tuhan menyampaikan kebenaran-kebenaran kekal melalui gambaran duniawi. Salah satu pola paling indah dan mendalam adalah pernikahan Yahudi. Ini bukan sekadar upacara budaya, melainkan sebuah “meshalim”, perumpamaan hidup, yang merentang dari kaki Gunung Sinai hingga ke takhta Anak Domba. Mari kita selami pernikahan Yahudi di zaman Yesus, memahami akar ilahinya di Sinai, dan menyaksikan penggenapannya yang mulia dalam pernikahan Mesias.
1. Di Bawah Chuppah pada Zaman Sang Mesias: Prosesi Pernikahan Yahudi Abad Pertama
Bayangkan suasana di Galilea atau Yudea, sekitar dua ribu tahun lalu. Pernikahan Yahudi (Chatunah) bukanlah peristiwa satu hari, melainkan dua tahap utama yang sarat makna: Kiddushin (אירוסין - Erusin) yang kita mengerti sebagai “pertunangan”, dan Nisuin (נישואין - Nisuin), yang kita mengerti sebagai “pernikahan.”
Kiddushin (Pengudusan/Pertunangan): Tahap pertama ini jauh lebih mengikat daripada pertunangan modern. Dilakukan di hadapan saksi-saksi, sang mempelai pria (Pengantin Pria (Chatan)) akan mendekati mempelai wanita (Kallah) dan menyatakan niatnya, seringkali dengan memberikan sesuatu yang bernilai – biasanya sebuah cincin emas sederhana – sambil mengucapkan formula sakral: "Harei at mekudeshet li..." ("Lihatlah, engkau dikuduskan bagiku...").
Saat sang Kallah menerima cincin itu, ikatan itu terikat secara hukum. Mereka secara resmi suami-istri, meskipun mereka belum tinggal serumah. Di dalam Yudaisme paska Talmud, ritual ini juga memakai simbolisme anggur sebagai tanda perjanjian pertunangan. Saat Pengantin Pria (Chatan) mendekati Kallah, maka ia akan menyuguhkan secawan anggur. Jika Pengantin Wanita (Kallah) menerima lamaran itu, maka ia akan meminum anggurnya. Jadi meminum anggur dari sang Pengantin Pria (Chatan) adalah simbolisme penerimaan sang Pengantin Wanita (Kallah) terhadap pertunangan itu.
Status baru ini hanya bisa diputuskan dengan perceraian resmi (Get), jika salah satu pihak dianggap tidak setia. Masa antara Kiddushin dan Nisuin bisa berlangsung beberapa bulan hingga setahun, di mana sang Pengantin Wanita (Kallah) mempersiapkan diri dan sang Pengantin Pria (Chatan) pergi mempersiapkan tempat tinggal (beit Pengantin Pria (Chatan)im), seringkali sebuah tambahan di rumah ayahnya.
Nisuin (Pernikahan/Pengangkatan): Inilah puncak perayaan! Sang Pengantin Pria (Chatan), berpakaian indah, akan berprosesi bersama rombongannya menuju rumah sang Pengantin Wanita (Kallah). Kedatangannya sering diumumkan dengan terompet (Shofar) atau teriakan sukacita. Sang Pengantin Wanita (Kallah), yang telah bersiap-siap dengan penuh semangat, menunggu dengan penuh antisipasi, wajahnya mungkin terselubung.
Setelah pertemuan yang penuh sukacita, pasangan itu akan dipimpin di bawah Chuppah (חופה), sebuah kain yang dibentangkan di atas empat tiang, melambangkan rumah baru yang kudus dan kehadiran Tuhan yang menyelimuti pernikahan mereka (Mazmur 19:5). Perhatikan bahwa Chuppah bukan rumah baru mereka, tetapi hanya perlambangannya. Setelah mereka selesai melakukan ritual pernikahannya, barulah mereka akan tinggal menetap dirumah mereka yang telah disiapkan oleh Pengantin Pria (Chatan) dirumah ayahnya.

Di bawah Chuppah inilah Ketubah (כתובה), perjanjian pernikahan yang sangat rinci yang merinci hak dan kewajiban suami (terutama komitmen finansial untuk memelihara istri), dibacakan di hadapan umum. Lalu Berkat Pernikahan (Sheva Berachot - Tujuh Berkat) diucapkan atas secangkir anggur, memuji Tuhan sebagai Pencipta kebahagiaan, manusia, dan ikatan pernikahan.
Puncak upacara adalah ketika sang Pengantin Pria (Chatan) menginjak gelas sebagai peringatan akan kehancuran Bait Suci, bahkan di tengah sukacita tertinggi mereka. Pasangan itu kemudian diantar kerumah Pengantin Pria (Chatan) yang telah dibangunnya, dimana telah disediakan kamar khusus (Yichud - יחוד) untuk pertama kalinya menyendiri sebagai suami istri, menyempurnakan ikatan pernikahan mereka.
Perayaan pesta (Seudat Mitzvah) yang meriah ini seringkali dilaksanakan berhari-hari.
Prosesi pertunangan dan pernikahan Yahudi ini sudah ada sejak zaman Abraham didalam pernikahan Ishak dan Ribka, namun belum adanya pemisahan antara Pertunangan dan Pernikahan. Prosesi lengkap yang diikuti oleh kaum Yahudi itu dimulainya dari gambaran peristiwa diterimanya kesepuluh Hukum Taurat di gunung Sinai. Berikut penjelasannya.
2. Sinai: Pernikahan Agung Allah Pencipta dengan Umat-Nya
Inilah pola surgawi yang mengilhami semua itu. Gunung Sinai bukan sekadar tempat pemberian hukum; itu adalah altar pernikahan ilahi. Para Rabbi kuno dan sarjana Kitab Suci (seperti Rabbi Jonathan Cahn dalam "The Harbinger" dan karya-karyanya tentang pola ilahi) dengan fasih menggambarkan peristiwa Keluaran 19-24 sebagai sebuah Kiddushin kosmik.
Berikut adalah urutan kejadian dari peristiwa di Sinai yang menjadi tipologi bagi pernikahan Yahudi dan arti ultimatnya dipakai untuk menggambarkan Kristus dengan Gereja-Nya.
Pencarian dan Persiapan: Tuhan, Sang Pengantin Pria (Chatan) Ilahi, "membawa" Israel keluar dari Mesir ("rumah perbudakan") menuju kebebasan – sebuah tindakan penebusan (Geulah) yang mendahului pertunangan.
Lamaran dan Penerimaan: Di kaki Sinai, Tuhan menyampaikan "lamaran"-Nya: "...jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku..." (Keluaran 19:5). Bangsa itu, sebagai Pengantin Wanita (Kallah) kolektif, menjawab serentak: "Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan" (Keluaran 19:8). Ini adalah penerimaan Ketubah Ilahi.
Mikvah dan Penyucian: Umat diperintahkan untuk menyucikan diri (mikvah - מקוה) dan mencuci pakaian mereka, menyiapkan diri untuk bertemu dengan Sang Mempelai Pria (Keluaran 19:10-11, 14).
Chuppah di Gunung: Gunung itu sendiri, diselimuti awan dan api, menjadi Chuppah Ilahi (bandingkan dengan konsep Talmud Bava Batra 75a tentang Chuppah sebagai Bait Suci masa depan). Kemudian Tuhan hadir dengan dan turun di gunung itu dengan agung dan dahsyat.

Pengucapan Ikrar (Ketubah): Dibawah naungan awan padat yang berfungsi seperti suatu Chuppah, ikrar “pernikahan” antara Allah dengan umat-Nya dilaksanakan:
Sepuluh Perintah Allah (Aseret HaDibrot) dan Hukum Taurat yang lebih luas berfungsi sebagai Ketubah perjanjian itu – syarat-syarat hubungan yang kudus.
Pemeteraian dengan Darah: Upacara pemeteraian perjanjian melibatkan percikan darah pada altar (melambangkan Tuhan) dan pada umat (Keluaran 24:3-8). Darah ini adalah meterai perjanjian perkawinan mereka, seperti yang dijelaskan dalam tradisi Yahudi tentang simbolisme darah dalam perjanjian. Ikatan itu mengikat.
·Perjamuan Perjanjian: Para pemimpin Israel kemudian "melihat Allah, dan mereka makan dan minum" (Keluaran 24:11) – sebuah gambaran awal dari Seudat Mitzvah, perjamuan sukacita pernikahan di hadapan Tuhan.

Pola ini menjadi cetak biru abadi bagi hubungan Tuhan dengan umat-Nya: Sebuah Pengantin Pria (Chatan) yang penuh kasih mempelai Pengantin Wanita (Kallah)-Nya, menebusnya, membuat perjanjian dengannya, dan mengundangnya ke dalam persekutuan yang intim.
3. Pernikahan Anak Domba: Penggenapan Segala Tanda
Pola Sinai dan pernikahan Yahudi ini menemukan penggenapannya yang sempurna dan mulia dalam Pernikahan Anak Domba Allah (Chatunat HaSeh - חתונת השה) dengan Jemaat-Nya (Kehilat HaMashiach - קהלת המשיח), sebagaimana dinubuatkan dalam Kitab Suci (Wahyu 19:7-9, 21:2, 9-10):
Kiddushin Ilahi di Kalvari: Saat Sang Mesias, Sang Pengantin Pria (Chatan) Surgawi, mencurahkan darah-Nya di kayu salib, itu bukan sekadar penebusan; itu adalah pembayaran mahar yang tak terhingga dan pemeteraian Kiddushin yang kekal. Dengan iman, kita, sebagai Pengantin Wanita (Kallah), "menerima Cincin" anugerah-Nya. Kita telah dikuduskan bagi-Nya (1 Korintus 6:11, Efesus 5:25-27).
Masa antara ini – antara Kiddushin di Kalvari dan Nisuin pada Kedatangan-Nya yang Kedua – adalah masa penantian dan persiapan kita, di mana Sang Pengantin Pria (Chatan) telah pergi untuk ”mempersiapkan tempat” bagi kita di rumah Bapa-Nya (Yohanes 14:2-3).
Kedatangan Sang Pengantin Pria (Chatan): Pada waktunya, Sang Pengantin Pria (Chatan) akan datang dengan sorak-sorai dan bunyi Shofar Allah (1 Tesalonika 4:16, Matius 25:6). Kedatangan-Nya akan seperti prosesi Pengantin Pria (Chatan) yang megah, diiringi para malaikat.
Kebangkitan, Pengangkatan dan Chuppah Surgawi: Umat tebusan-Nya, Pengantin Wanita (Kallah) yang telah disucikan, akan dibangkitkan dan diangkat (1 Tesalonika 4:17) untuk bertemu dengan-Nya di udara dan bersama-sama akan masuk kedalam Chuppah Surgawi, yaitu Kerajaan Milenium Mesias mereka. Ini adalah gambaran Nisuin, pengangkatan status ke status pernikahan penuh. Kita akan dipersatukan dengan-Nya di hadapan takhta Allah, di bawah Chuppah Surgawi yang agung – hadirat Allah sendiri.
Pembacaan dan Perjamuan: Di sana, dalam kemuliaan Chuppah Sorgawi, hubungan perjanjian akan disempurnakan. Sukacita akan meluap dalam Perjamuan Kawin Anak Domba (Seudat Chatunat HaSeh - סעודת חתונת השה) yang agung (Wahyu 19:9), perayaan kemenangan dan persekutuan abadi. Ini adalah puncak dari semua sejarah keselamatan, penggenapan sejati dari bayangan Sinai dan pelaminan-pelaminan Yahudi sepanjang zaman.

· Yerusalem Baru: Tempat Tinggal Abadi: Wahyu 21 menggambarkan Yerusalem Baru turun dari surga, "berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya". Ini adalah rumah yang disiapkan Sang Pengantin Pria (Chatan), tempat Yichud abadi antara Tuhan dan umat-Nya, di mana Ia akan diam bersama mereka selamanya.
Kesimpulan: Tenunan yang Menghubungkan Zaman
Pernikahan Yahudi, dengan tahapan Kiddushin dan Nisuin yang kudus, ritual Chuppah, Ketubah, dan perjamuan, adalah lebih dari sekadar adat istiadat. Itu adalah meshalim ilahi yang hidup, sebuah pola yang ditetapkan pertama kali dalam awan dan api di Sinai, ketika Sang Khalik mengangkat umat-Nya menjadi mempelai-Nya. Pola ini mengantisipasi pengorbanan penebusan Sang Mesias (Kiddushin di Kalvari) dan menunjuk ke depan pada hari yang mulia ketika terompet terakhir (Shofar HaGadol) akan berbunyi, Sang Pengantin Pria (Chatan) Surgawi akan datang, Pengantin Wanita (Kallah)-Nya yang telah disucikan akan diangkat untuk bertemu dengan-Nya, dan perjamuan kawin kekal di bawah Chuppah kemuliaan Allah akan dimulai. Setelah perjamuan dibawah Chuppah selesai, maka Kristus sang Chatan akan membawa mempelai-Nya kerumah Bapa-Nya dan tinggal disana selamanya.
Berikut adalah Chart hubungan antara “pernikahan Sinai” sebagai tipologi untuk Perkawinan Anak Domba Allah, tang sampai sekarang ritualnya masih dilakukan oleh saudara-saudara Yahudi kita:

Memahami pola pernikahan ini membuka wawasan yang lebih dalam tentang kasih Allah yang penuh gairah, keseriusan perjanjian-Nya, dan harapan mulia yang menanti umat-Nya. Dari padang gurun Sinai hingga ke kota Yerusalem yang turun dari surga, kisahnya adalah kisah kasih yang setia dari Sang Pengantin Pria (Chatan) Ilahi bagi Pengantin Wanita (Kallah)-Nya.
"Maranatha! Datanglah, ya Tuhan!" (1 Korintus 16:22).
Salam Kristen Awam
Tg Balai Asahan, 18 Agustus 2025
留言