top of page
  • Writer's pictureSihol Christian Robirosa

Sejarah Doktrin Keselamatan di dalam Gereja: Keselamatan Kekal vs Keselamatan Dapat Hilang

Updated: Feb 18, 2023

“SEJARAH MENGULANG DIRINYA.” Peribahasa bijak ini dengan tepat dibuktikan didalam sejarah. Banyak kesalahan terjadi karena tidak belajar dari sejarah. Begitu pula dalam iman Kristen. Gereja menjadi salah karena tidak belajar dari sejarah. Banyak pelayan Tuhan tanpa sadar telah mengulang kesalahan sejarah karena tidak mau belajar dengan sungguh-sungguh. Karena itu seorang murid seminari TIDAK BOLEH belajar sejarah seadanya. Mereka adalah calon pemimpin (pengajar, gembala, penginjil) yang akan mengajar banyak orang. Jika mereka tidak mengerti dengan benar, bagaimana jemaat yang diajarkannya? Sejarah Doktrin Keselamatan (Soteriology) disampaikan disini yang disarikan dari banyak sumber agar para murid dapat mengerti dengan benar mengapa terjadi banyak pengajaran tentang Keselamatan didalam gereja. Mereka harus dapat menyerap secara benar dan dapat mengambil intisari dari setiap ajaran Keselamatan ini, membandingkannya dengan ALkitab dan memegang yang benar. Sejarah disampaikan secara apa adanya, tidak menutupi kesalahan-kesalahan para Teolog maupun membesar-besarkan kelebihan mereka. Ingatlah bahwa didalam semua itu, para pemimpin itu hanyalah hamba-hamba Allah yang penuh kelemahan. Tetapi ketekunan dan pengorbanan mereka yang besar didalam menggali dan menyampaikan kebenaran perlu dihargai. Berikut disampaikan perkembangan pemikiran tentang konsep Keselamatan, mulai dari masa Tuhan sendiri, para rasul, sampai timbulnya denominasi-denominasi gereja saat ini. A. MASA KRISTUS & PARA RASUL DI GEREJA MULA-MULA: Seperti dalam pembahasan-pembahasan terdahulu (Bag-I: Soteriology secara Biblika, Bag-II: Soteriology Secara Sistematik, Bag-III: Soteriology secara Praktika), soteriology yang diajarkan Tuhan dan dilanjutkan oleh para murid sudah jelas: Jalan Keselamatan yang diajarkan adalah bahwa Yesus adalah Jalan Keselamatan yang disediakan Allah sebagai kurban substitusi (“Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia”). Kurban itu harus dilakukan sebagai tuntutan atas sifat Kekudusan, Kebenaran/Keadilan & Kasih Allah sehingga manusia dapat bersekutu lagi dengan Allah. Keselamatan itu adalah anugerah (=pemberian cuma-cuma tanpa syarat kepada orang yg tidak layak) dari Allah dan dioperasionalkan menjadi pengalaman pribadi seseorang melalui iman. Iman itu sendiri tidak menyelamatkan tetapi merupakan jalur dimana anugerah Allah dapat diterima secara pribadi oleh orang-orang pilihan Allah, sama seperti kabel listrik tidak dapat menghidupkan lampu, tetapi hanya menyalurkan arus listrik. Iman itu sendiri adalah anugerah Allah yang menyanggupkan seseorang untuk menerima berita Injil dengan iman (Cassian/Arminius menyebutnya “prevenient grace” dan Augustinus/Calvin menyebutnya “irressistible grace”). Keselamatan didahului & sebagai akibat pilihan Allah dimasa kekal lampau sebelum penciptaan. Dimasa kekal lalu Allah tahu manusia akan jatuh kedalam dosa dan Ia memilih orang-orang untuk mendapat kasih karunia keselamatan. Jadi pilihan Allah BUKAN untuk menghukum, tetapi menyelamatkan orang berdosa (1Tes. 5:9,- berbeda dengan pandangan “Hyper Calvinism/Supralapsarian”). Manusia berdosa karena pilihannya sendiri, dan karena semua manusia sudah berdosa, maka TANPA PILIHAN ALLAH, tidak seorangpun akan selamat. Pilihan itu kemudian dioperasionalkan (dijadikan menjadi pengalaman pribadi orang pilihan) dengan Panggilan Injil yang akan diresponsnya sehingga ia kemudian dibenarkan dan akhirnya dimuliakan bersama-sama dengan Kristus (Rom. 8:29-30)

Pilihan Allah tidak didasarkan kepada kemampuan manusia merespons Injil karena tidak seorang manusiapun dengan keinginannya sendiri akan merespons Injil. Jadi pilihan Allah tidak berdasarkan kepada respons manusia kepada Injil (karena jika demikian maka Allah tidak adil karena membiarkan banyak orang didunia tidak mendengar Injil, sehingga tidak mungkin merespons) atau kepada perbuatan kita, tetapi semata keluar dari sifat Kasih dan MaksudNya semata (yang hanya Ia yang tahu, tetapi yang pasti tentulah Ia lebih tahu apa yg diperbuatNya) yang telah Ia tetapkan dari semula (2Tim. 1:9). Jadi keselamatan adalah sebagai HASIL pilihan, dan bukan sebaliknya (lihat lagi urut-urutan keselamatan dalam Rom. 8:29-30). Cara memperoleh Keselamatan itu adalah dengan mempercayai berita Injil Yesus Kristus. Saat seseorang mendengar Injil Keselamatan, Roh Allah akan memakai Firman Allah yang disampaikan untuk menyadarkan seorang berdosa akan dosanya dan perlunya pertobatan & keselamatan. Selanjutnya Roh Kudus menimbulkan penyesalan yang dalam akan dosa-dosanya sehingga ia datang kepada Allah memohon pengampunan. Pada saat yang sama, Roh Kudus akan menimbulkan imannya sehingga ia dapat datang & percaya kepada Kristus bagi keselamatannya. Saat itu juga Roh Kudus memeteraikan dia sehingga sah menjadi seorang anak Allah, sekaligus menetap didalamnya sebagai “benih ilahi” yang pada saatnya akan menguasai & mengalahkan sifat dosanya dan menghasilkan sifat-sifat ilahi didalam orang percaya.


Jadi Keselamatan selalu dimulai dengan anugerah Allah yang mengubah hati seseorang sehingga dia dapat percaya & bertobat kepada Allah. Peristiwa perubahan hati oleh Allah inilah yang disebut "kelahiran kembali" sehingga manusia berdosa yang tadinya telah "mati di dalam dosa" (tidak dapat merespons Allah) dapat percaya dan bertobat untuk menerima Keselamatan. Jadi iman itu BUKAN hasil kemampuan kehendak bebas manusia (yang sudah tidak sanggup untuk percaya dengan kekuatan sendiri), tetapi hanya pemberian Allah semata (Yoh. 6:44, 65; Ef. 2:8-9).


Keselamatan harus menghasilkan buah yaitu bertumbuhnya sifat-sifat ilahi didalamnya. Rasul Yohanes dalam suratnya yang pertama secara khusus menguraikan tanda-tanda seseorang telah memperoleh hidup kekal itu. Tanda-tandanya diantaranya: menuruti perintah-perintah Allah (2:3-6), adanya kasih kepada sesama dan absennya kebencian (2:9-11), adanya perubahan kesenangan, dari kesenangan duniawi kepada kesenangan rohani (2:15-17), memiliki pengurapan dari Allah sehingga terjaga dari kesesatan (2:20, 26-27; 4:4-6), Berbuat kebenaran (2:29; 3:10- cat: tidak sekedar berbuat baik), tidak menyukai atau berdiam didalam dosa/terus berbuat dosa (3:9), memiliki kasih yang secara nyata dinyatakan dengan membagi hartanya (3:17. Jadi seorang Kristen yang “pelit/kikir” mungkin bukan orang lahir baru krn “bagaimanakah kasih Allah dapat tetap didalam dirinya”?. Kasih kepada sesama lebih lanjut ditekankan sebagai tanda seorang yang telah diselamatkan karena itu BUKTI YANG SAH bahwa mereka mengasihi Allah, karena kasih kpd Allah dimanifestasikan pada kasih kepada sesama (4:20-21). Karena itu keselamatan harus “dikerjakan,” (Fil. 2:12-13) BUKAN berbuat baik agar diselamatkan, tetapi mengisi keselamatan dengan pertumbuhan dalam pengenalan akan Kristus & dalam pertumbuhan karakter Kristus. Karena itu seorang yg telah diselamatkan harus bertumbuh dalam iman sehingga ia tidak lagi meragukan akan keselamatannya (2Pet. 1:3-10) dan dapat memastikan dirinya tidak termasuk dalam kelompok yang dapat murtad, artinya yang benar-benar telah menerima keselamatan itu (Ibr. 6:9-11). Orang yang tidak “mengerjakan keselamatannya” pada suatu waktu dapat menyangsikan lagi keselamatannya (2Pet. 1:9). Akibatnya mungkin hidupnya kembali tidak baik, tetapi keselamatannya tidak akan hilang karena dia tetap percaya Kristus, namun dia akan kehilangan semua upahnya disurga. Karena keselamatan adalah karya Allah, maka keselamatan tidak dapat dibatalkan. Keselamatan adalah karya Allah dari kekal menuju kekal, karena itu keselamatan tidak mungkin batal, gagal atau gugur (Yoh. 10:28-29) . Sifat kasih & kekuatan Allah sendiri yang menjaga keselamatan kita sehingga bersifat kekal (Rom. 8:31-39). Jaminan tersebut termasuk penjagaan iman kita sehingga iman kita akan tetap berdiri, meski diperhadapkan kepada penganiayaan maupun penyesatan. Seorang yang telah diselamatkan masih dapat jatuh kedalam dosa, namun pasti pada waktunya akan bangkit kembali. Seorang yang murtad bukan seorang yang telah menerima hidup kekal itu. Dia dapat murtad karena anugerah Allah belum diperolehnya. Kemurtatadan seseorang membuktikan bahwa dia dari awalnya TIDAK TERMASUK kedalam orang-orang yg selamat. Jadi kemurtatadannya itu MEMBUKTIKAN bahwa dia tidak pernah termasuk dalam orang yang diselamatkan (1Yoh. 2:19). Itulah sekilas benang merah Teologi Keselamatan yang diajarkan oleh Alkitab seperti yang telah dibahas secara panjang lebar & mendalam dalam bagian-bagian terdahulu.

B. KONTROVERSI ANTHROPOLOGY (SOTERIOLOGY) 1. THE PELAGIAN CONTROVERSY: St. AUGUSTINUS of HIPPO (AD 354- AD 430) vs PELAGIUS (AD 354 – AD 420/440) Perdebatan anthropology yang paling tajam dalam gereja adalah yang berhubungan dengan keselamatan (soteriology). Perdebatan itu terkristal pertama sekali didalam gereja pada akhir abad ke 4/awal abad ke 5 yang dikenal sebagai “The Pelagian Controversy” (Perdebatan Pelagian), yaitu perdebatan antara Pelagius, seorang Teolog yang asketis dengan St. Augustinus, seorang Teolog, Pemimpin dan Santo yang pemikiran-pemikirannya membentuk teologi Kekristenan Barat (Roma saat ini). Perdebatan terjadi saat Pelagius yang sangat menunjung tinggi nilai kemanusiaan menyerang doktrin Augustinus tentang manusia & kehendak bebasnya yang rusak. Berikut adalah ringkasan benang merah perdebatan “The Pelagian Controversy” diawal abad ke 5:


2. SEMI PELAGIANISM Sekalipun ajaran Pelagius telah dilarang oleh Gereja Roma, tetapi beberapa sekolah teologi belum dapat menerima konsep “predestinasi” yang ditemukan ulang & diajarkan oleh St. Augustinus, terutama sekelompok kecil dari sekolah teologi di Marseilles (Selatan Perancis sekarang) yang karena itu disebut sebagai “The MASSILIANS” atau sebagai “sisa-sisa Pelagian.” Kelompok ini, sekalipun menyatakan diri berbeda dengan Pelagius namun ajarannya sebenarnya adalah ajaran Pelagius yang telah mengalami “penyesuaian” dan berada “ditengah” diantara perbedaan yang tajam antara ajaran Pelagius dan St. Augustinus. Karena itu kelompok atau konsep mereka disebut “Semi Pelagianism.”

Konsep mereka dapat disarikan sebagai berikut: 1) Divine grace (Anugerah Ilahi) dan Human Free Will (Kehendak bebas manusia) bekerja sama dalam keselamatan (konsep Synergism), dan langkah pertama adalah tindakan manusia. 2) Menolak konsep Pelagius tentang kesempurnaan moral manusia, tetapi juga menolak konsep Augustinus tentang kebobrokan total (total depravity) manusia. Moral manusia tidak seluruhnya bobrok (kehendak manusia tidak dapat memilih yg baik, atau telah mati karena dosa), tetapi hanya sakit (kurang mampu memilih). 3) Menolak konsep Pelagius tentang Anugerah Ilahi hanya sebagai pengaruh luar yg kurang penting, sekaligus menolak konsep Augustinus tentang kedaulatan Allah dalam keselamatan, tentang anugerah yg tidak mungkin ditolak, dan tentang pemilihan terbatas. Menurut kelompok ini keselamatan tetap melalui kehendak manusia yg memilih anugerah Allah. Keselamatan adalah bagi semua manusia yg mau menerima anugerah Allah. 4) Menerima konsep predestinasi (pemilihan) Allah, namun pemilihan tersebut TETAP tergantung kepada pengetahuan (foreknowledge) Allah yang telah mengetahui sebelumnya SIAPA YG AKAN MENERIMA KRISTUS. Jadi pemilihan Allah terjadi BUKAN dari sifat kasih, Kebijaksanaan & Kemahatahuan Allah, tetapi TETAP dari TINDAKAN/SIKAP MANUSIA terhadap uluran keselamatan. Jadi pada dasarnya konsep ini sama dengan Pelagius dan konsep Gereja Timur yang memiliki konsep “Synergism.” Jadi konsep Semi-Pelagianism pada dasarnya tetap sama dengan konsep Pelagianism yang bersifat Synergism, namun berusaha melakukan “penyesuaian-penyesuaian” untuk menampung konsep-konsep Augustinianism sehingga bersifat abu-abu. Tokoh utama dari kelompok ini adalah JOHN CASSIAN (wafat 430 AD) pemimpin biara Massilians. Dia pernah bekerja sama dengan Pelagius di Roma sebelum pindah ke Mersailles Perancis Selatan. Dia adalah seorang asketis sehingga konsep-konsepnya dibentuk dari pengalaman-pengalaman batinnya. Karena itu buku-bukunya merupakan ungkapan dari pergumulan-pergumulan batin seorang biarawan. Buku De coenobiorum institutis memuat 12 buku tentang pergumulan & kemenangan batin dalam 8 jenis peperangan batin: pengendalian emosi, penyangkalan diri, ketamakan, kemarahan, kesedihan, kebosanan, ambisi dan kesombongan. Bukunya yg juga penting adalah Collationes Patrum yg mencatat pengalaman asketisnya selama 7 tahun berada di biara Mesir. Pada dasarnya Semi-Pelagian adalah sistem soteriology Gereja Oriental yang telah dipegang selama berabad-abad dan tidak dapat disangkalnya tanpa berakibat pada perubahan sistem asketismenya. Pusat teologi keselamatannya adalah Manusia & Kemampuannya dan bukan kepada Allah dan AnugerahNya. Pada tahun 529 AD, ajaran Semi-Pelagiansim ini sekali lagi dinyatakan sebagai sesat dalam Sinode Orange. Sekali lagi, doktrin yang benar ditulis dan ditegaskan ulang dalam 25 pasal atau kanon. Disini diambil hal-hal yg penting dari pasal-pasal tersebut:


3. GEREJA ORIENTAL (YUNANI) vs GEREJA BARAT (LATIN) Dengan adanya perbedaan doktrin Kristologi dalam Konsili Chaldeon tahun 451, maka Gereja Katolik terpecah menjadi dua: Gereja Barat (Gereja Katolik Latin di Roma) dan sempalannya yang memisahkan diri menjadi Gereja Timur (Gereja Katolik Oriental) dengan pusat mula-mula di Alexandria (lihat chart “SEJARAH DENOMINASI GEREJA” terlampir). Berhubung keduanya memiliki latar belakang yang berbeda, maka konsep anthropology & soteriology nya pun berbeda pula. Gereja Oriental (Yunani) lebih bersifat “mistis” dan menekankan kepada pengalaman, dan Gereja Barat (Latin) lebih bersifat “dogmatis” dan menekankan kepada pengajaran Doktrin Firman Tuhan. Berikut perbedaan konsep anthropology & soteriology keduanya:

4. CALVINISM vs ARMINIANISM (akhir abad ke 16) Setelah berabad-abad Gereja Roma Katolik memegang ajaran-ajaran Soteriology yang dikemukakan oleh St. Augustinus (walaupun dalam perkembangan selanjutnya konsep Soteriology Augustinus semakin kabur karena Gereja Katolik terpengaruh oleh banyak ajaran-ajaran lain, spt. Aliran Thomism oleh Thomas Aquinas yg merupakan Soteriology abu-abu, dan Aliran Molinism oleh Luis Molinas dari kaum Jesuit), namun konsep-konsep Augustianism yang terstruktur hanya tersusun setelah adanya reformasi. Dengan adanya letusan reformasi di Jerman oleh Marthin Luther, maka reformasi kemudian bergulir ke daratan Eropa. Zwingli di Swiss pendudukan Jerman, dan John Calvin di Swiss pendudukan Perancis dan kemudian juga mempengaruhi Belanda. John Calvin (10 July 1509 – 27 May 1564) adalah seorang pemikir, filsuf, dan teolog yang disegani karena karya-karyanya, sama seperti St. Augustinus diawal abad ke 5. Diantara para Reformator, jika Marthin Luther dikenal sebagai pendobrak yg meruntuhkan dasar-dasar teologi Katolik, maka Calvin dikenal sebagai yang membangun kembali bangunan Teologi Reformasi. Teologi yang dibangun oleh Calvin adalah lanjutan dari (atau penegakan kembali) teologi yang ditegakkan oleh St. Augustinus yang merupakan kelanjutan/terusan dari teologi Rasul Paulus (yg tentunya meneruskan ajaran Kristus sendiri). Jadi kalau melihat benang merahnya, teologi yang dibangun oleh John Calvin adalah pemulihan teologi gereja mula-mula yang telah dikaburkan oleh perjalanan gereja, mulai abad pertama sampai sekarang. Allah selalu dan akan selalu membangkitkan orang-orang yang akan menegakkan kembali ajaran yang benar didalan gerejaNya. James/Jacobus Arminianus (1559-1609) adalah seorang Teolog dari Sekolah Alkitab yg didirikan John Calvin (Calvin’s Academy di Geneva, tetapi kemudian meneruskan dan mendapat gelar doktornya dari Universitas Leiden). Dia tidak pernah bertemu Calvin karena saat Calvin meninggal dunia usianya baru 5 tahun. Saat dia masuk diakademi teologianya Calvin, yang menjadi pemimpin akademinya adalah Theodore Beza sebagai penerus John Calvin. James sendiri sangat menghormati dan mengagumi John Calvin dan meminta murid-muridnya untuk membaca tulisan-tulisan John Calvin seperti kutipan berikut: “Next to the study of the Scriptures which I earnestly inculcate, I exhort my pupils to peruse Calvin’s Commentaries, which I extol in loftier terms than Helmich himself (a Dutch divine, 1551-1608]; for I affirm that he excels beyond comparison (incomparabilem esse) in the interpretation of Scripture, and that his commentaries ought to be more highly valued than all that is handed down to us by the library of the fathers; so that I acknowledge him to have possessed above most others, or rather above all other men, what may be called an eminent spirit of prophecy (spiritum aliquem prophetiae eximium). His Institutes ought to be studied after the [Heidelberg] Catechism, as containing a fuller explanation, but with discrimination (cum delectu), like the writings of all men.” (dikutip dari buku “History of the Christian Church” oleh Phillip Schaff, Vol. 8, Third Book, Chapter VII, $66) Namun pandangannya kemudian bergeser sebagai respons terhadap pandangan Beza yang disebut juga sebagai “Higher Calvinism,” yang dianggap melebihi konsep Calvin sendiri seperti adanya pengertian konsep “double predestination.” Apalagi setelah James memperoleh gelar doktor & professor teologinya dari Leiden tahun 1603, James berada paling depan dalam penyerangan terhadap konsep Predestinasi & Unconditional Election (Pemilihan tanpa persyaratan). Menurutnya konsep-konsep itu akan membuat Allah sebagai dalang kejahatan juga. James kemudian mengajukan konsepnya bahwa pemilihan Allah terhadap seseorang itu didasarkan kepada kemahatahuan (“foreknowledge”) Allah apakah nantinya seseorang itu akan percaya kepada Kristus atau tidak. Inilah yg disebut sebagai “Conditional Election” (Pemilihan Bersyarat). Artinya, keselamatan terutama tergantung kepada TINDAKAN iman manusia. Pada hakekatnya konsep ini mengulang konsep JOHN CASSIAN, karena itu ajaran Jacobus Arminius juga disebut sebagai ajaran Semi-Pelagian. “Perlawanan” James terhadap teologia keselamatan Augustinianism yang dipertajam oleh John Calvin ini mencapai puncaknya saat mereka meminta Gereja Reformed Belanda untuk mengadakan sidang untuk membahas masalah ini. Namun sebelum sidang diadakan, James meninggal dunia pada usia yang relatif muda pada tahun 1609. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh penerus-penerusnya yang kemudian menyebut dirinya sebagai “The Remostrants” yang dipimpin oleh Uytenbogaert, Grotius, dan Epicopius. Pada tahun 1610, the Remostrants mempublikasikan konsep-konsepnya tentang keselamatan dalam publikasi yg kemudian disebut “The Five Articles of Remostrance.” Publikasi ini intinya menolak lima konsep soteriology Augustianism yang dikemukakan John Calvin (yang dalam Sinode Dort tahun 1618-1619 dikenalkan sebagai “TULIP”).


Secara rinci, inilah isi kelima poin para Remostrants: (1) Pilihan Allah..tergantung kepada iman seseorang nantinya (2) Penebusan Kristus tidak terbatas untuk orang pilihan saja (3) Kebobrokan Total (Total Depravity) (4) “Prevenient Grace” (anugerah yg menyangggupkan seseorang percaya) dan “Ressistible Grace” (Anugerah Allah yang dapat ditolak manusia) (5) Kemungkinan kehilangan keselamatan karena murtad Merespon publikasi para Resmostrants tersebut Gereja Reformed Belanda menggelar Sinode dikota Dort (kemudian dikenal sebagai “The Synod of Dort”) pada tahun 1618-1619. Sinode ini dihadiri bukan hanya pemimpin Gereja Reformed Belanda, namun juga para Teolog Calvinist dari Jerman, Swiss, Inggris dan Perancis. Perdebatan topik ini demikian intens dan seru sehingga timbul istilah “Quinquarticular Controversy” (Perdebatan Menyangkut 5 hal). Setelah satu tahun lebih perdebatan yang seru antara para teolog (namun representatif Remostrants hanya sedikit berhubung campur tangan pemerintah yang pro Calvinism), akhirnya Sinode Dort membuat kesimpulan pada tahun 1619. Sinode Dort menyatakan bahwa ajaran para Remostrants adalah sesat dan memecat sekitar 200 pendeta Arminian. Sebagian bahkan ada yang dipenjarakan. Bahkan Johan van Olderbanevelt sebagai tokoh politik dibalik Remostrant dipenggal kepalanya. Inilah salah satu sejarah hitam dalam pergolakan teologia Gereja karena kepentingan gereja ditunggangi kepentingan politik, yaitu adanya persaingan politik antara Johan van Olderbanevelt yg menunggangi Remostrants dengan Pangeran Maurice dari Nassau yg membacking gereja yang pro Calvin. Kesimpulan Teologi dari Sinode Dort adalah merupakan jawaban kelima poin Remostrant yang juga merupakan kristalisasi dari Teologi keselamatan Calvinism yang kemudian dikenal sebagai TULIP (lihat juga Tabel Perbandingan Doktrin Keselamatan terlampir): Total Depravity (Kebobrokan Total) Unconditional Election (Pemilihan Allah tanpa kondisi manusia) Limited Atonement (Penebusan Terbatas hanya bagi orang percaya) Irresistible Grace (Anugerah yang tidak dapat ditolak) Perseverance of the Saints (Pemeliharaan keselamatan orang percaya) Setelah kematian Pangeran Maurice sebagai tokoh politik dibalik kaum Calvinist, maka toleransi kembali kedalam gereja Belanda. Para tokoh Remostrants kemudian mendirikan sekolah teologi “The Remostrants Theological Seminary” di Amsterdam dan pada masanya menjadi sekolah bagi pemikiran-pemikiran Jacobus Arminius. Seorang murid seminari HARUS belajar dengan tekun, cermat dan bekerja keras agar dapat mengerti dengan benar perbedaan konsep keduanya agar dapat dengan teguh memegang yang benar. Termasuk yang harus dipelajarinya adalah Sejarah berkembangnya suatu doktrin seperti Soteriology ini, sehingga dapat mengerti perkembangan cara berpikirnya dan apa dasar pola pikir suatu doktrin. Orang yang tidak/kurang mengerti umumnya akan berkata “Saya tidak menganut Calvinism atau Arminianism, tetapi pengajaran Alkitab.” Pernyataan ini menunjukkan seseorang tidak mengerti secara cukup apa itu pengajaran Calvinism dan Arminianism dan apa yang diajarkan Alkitab. Seorang yang belajar dengan sungguh-sungguh akan selalu kembali kepada pilihan terhadap kedua paham tersebut. Jadi apa sebenarnya perbedaan dasar berpikir keduanya? Paham Arminianism selalu memandang segala sesuatu dari sudut manusia. Manusia adalah pusat doktrinnya. Sekalipun James telah menolak pandangan Pelagius bahwa manusia pada hakekatnya agung dan dapat menentukan nasibnya sendiri (termasuk dapat memilih Allah atau yang jahat tanpa bantuan Allah), namun penolakannya tidak menyeluruh. Terbukti dalam keselamatan, James meletakkan diterimanya keselamatan kepada kemauan/pilihan/usaha seseorang (bukan kepada anugerah Allah) dengan menyatakan bahwa manusia tetap dapat menolak atau menerima anugerah keselamatan dari Allah (Resistable grace) sekalipun Allah telah memberi “anugerah” agar manusia dapat memilih Allah (Prevenient grace). Jadi James tetap percaya bahwa dalam keadaannya yang berdosa (James juga percaya Total Depravity), manusia masih dapat memilih. Karena itu seluruh doktrin Arminianism meletakkan keselamatan sepenuhnya kepada tanggung jawab manusia, bukan kepada anugerah Allah (mis. Harus hidup kudus, menyangkal diri, setia sampai akhir, dsb untuk memperoleh & mempertahankan keselamatannya). Disisi lain, Calvinism meletakkan doktrinnya kepada SIFAT dan CARA PANDANG Allah kepada manusia. Karena dosa, manusia dari dirinya sendiri tidak dapat memilih Allah. Karena itu Allah menyediakan keselamatan hanya melalui anugerah semata (=bukan karena manusia memilih Allah, tetapi dengan pilihan Allah). Tujuan semuanya itu adalah agar tidak seorang manusiapun bermegah bahwa ia diselamatkan karena pilihannya. Untuk menghindari ada orang-orang yang bermegah karena merasa keselamatan adalah akibat keputusan dirinya yang memilih Allah, Allah telah mengurung SEMUA orang dalam dosa (Rom. 11:32). Tujuan semua tindakan Allah itu adalah agar manusia mengerti bahwa keselamatan adalah ANUGERAH SEMATA, dan tidak ada peran manusia didalamnya. Karena itu keselamatan dari awal sampai akhir adalah anugerah Allah. Konsep ini konsisten dengan seluruh pengajaran Alkitab. Para murid seminari hendaknya melihat dengan cermat perbedaan keduanya.

5. JOHN WESLEY dan METHODISM Perbedaan teologi keselamatan dalam gereja terus berlanjut, bahkan sampai saat ini. Soteriology Arminianism mendapat tempat didalam gereja-gereja yang dari dulunya memang menganut konsep synergism karena pengaruh soteriology Gereja Oriental yang menekankan kepada tanggung jawab & kemampuan manusia untuk memilih & bertindak. Diantaranya adalah Gereja Inggris (Anglikan). Apalagi setelah King Charles I menggantikan ayahnya King James I, Gereja Inggris cenderung kembali ke konsep Arminianism karena konsep ini lebih lunak dari konsep Calvinism. Dari dalam Gereja Anglikan kemudian muncullah seorang yang dikenal dalam pembelaannya terhadap konsep Arminianism, yaitu John Wesley, pendiri “Gerakan Methodism” dan “Gerakan Kekudusan.” Sama seperti tokoh-tokoh Pelagian, Semi-Pelagian dan Arminianism lainnya, Wesley menolak konsep pemilihan Allah tanpa persyaratan dan menyebutnya sebagai takdir (“determinism”). Sebagai hasil pemikiran demikian, maka selanjutnya Wesley menolak pemeliharaan keselamatan orang percaya (istilah zaman kini dikenal dengan “sekali selamat tetap selamat”) dan mengajarkan kemungkinan kehilangan keselamatannya. Karena itu seorang percaya harus bersungguh-sungguh hidup dalam kekudusan dan penyangkalan dirinya agar dapat menjaga keselamatannya. Dengan konsep demikian maka hidup Wesley dikenal sangat disiplin. Bahkan dalam menjalankan kehidupan sebagai orang percaya, kepada para pengikutnya dia mengajarkan banyak metode-metode seperti sakramen, tata cara ibadah, dan sebagainya, sehingga konsep-konsepnya sering disebut juga sebagai “Sacrament Theology.” Diantara contohnya adalah bahwa Wesley percaya kekudusan dan anugerah didapat dengan kedisiplinan dan keteraturan dalam melakukan hal-hal rohani seperti berdoa, berpuasa, membaca Firman Allah, dan Perjamuan Kudus. Karena itu juga para pengikutnya kemudian disebut “The Methodists” (orang-orang yg mengikuti metode) dan gerakannya disebut “Methodism.” Disamping itu, sama seperti gerakan-gerakan terdahulu (Cassian, Arminius), Wesley menekankan beritanya kepada kekudusan hidup orang percaya. Salah satu tulisan yang dinggap masterpiecenya adalah juga mengenai kekudusan hidup yang diberi judul “Christian Perfection” (Kesempurnaan Kristen) yang menekankan kekudusan hati dan kesempurnaan kasih Allah didalam hati orang percaya. John Wesley dikenal dengan hidup yang disiplin dan produktif. Bersama kakaknya Charles, John memberi kontibusi yang besar terhadap lagu-lagu Kristen dan tata cara ibadah Kristen. Selain itu John juga memberi contoh tentang hidup yang produktif dengan melakukan penginjilan setiap hari. Pada awalnya dia hanya melakukan penginjilan didalam gereja (Anglikan) karena dia percaya bahwa dia harus mengikuti peraturan gereja sebagai kelanjutan organ kerasulan. Namun dengan contoh yang diberikan temannya George Whitefield (seorang penginjil tenda, seorang Calvinist yg kuat) yang melakukan penginjilan-penginjilan tenda, maka John kemudian melakukan penginjilan dimana saja jika gereja tidak memberinya tempat. Namun titik balik kehidupan rohaninya terjadi saat dia bertemu dan berhubungan dengan kelompok kecil orang Moravian yang terkenal pekabaran Injilnya. Pada tanggal 14 Oktober 1735, John dan Charles berlayar ke Georgia Amerika karena ada undangan PI dari Gubernur koloni baru ditempat itu. Ditengah perjalanan, badai menghantam dan kapal hampir tenggelam. John Wesley sangat panik (karena konsep yang dipegangnya membuatnya ragu apakah jika dia mati pasti akan masuk surga atau tidak), namun tertegun melihat sekelompok orang Moravia berpegangan tangan, berdoa dan menyanyi dengan tenang. Saat John bertanya mengapa mereka begitu tenang menghadapi kemungkinan kematian, maka mereka mengatakan bahwa keselamatan mereka sudah pasti dan terjamin; sesuatu yang baru bagi John yang sekalipun sudah menginjili namun kepastian & jaminan keselamatan adalah sesuatu yang baru baginya. Itulah awal pertemuannya dengan kelompok Moravian. Pelayanannya di Georgia merupakan bencana bagi reputasinya karena skandal Sophia Hopkey, seorang wanita yang gagal dinikahinya dan kemudian menuntutnya. Karena itu John & Charles memutuskan untuk segera kembali ke Inggris. Dalam keadaan kalut & malu itu kemudian John menjalin hubungan yang lebih dekat lagi dengan kelompok Moravian di Inggris. Pada tanggal 24 Mei 1738, John menghadiri pertemuan kelompok Moravian di Aldersgate Street London. Disana dibacakan Surat Pengantar kitab Roma dari Marthin Luther. Saat mendengar itu, seperti yang diceritakan sendiri olehnya (yang kemudian dikenal sebagai “the Aldersgate Experience”), John merasa ada kehangatan anugerah Allah menguasai hatinya dan merubah hidup serta pelayanan selanjutnya. Mulai saat itu konsep dan beritanya berubah menjadi “Free in all, Free for all” (Semuanya gratis dan Gratis untuk semuanya). Selanjutnya John pergi ke kantor pusat kelompok Moravian di Hernhutt Jerman pada tahun 1738 dan sekembalinya ke Inggris semakin dekat dengan kelompok Moravian dan membantu mereka dalam penginjilan dan orang-orang yang telah percaya mereka masukkan kedalam persekutuan “The Fetter Lane Society.” Kelompok ini didirikan oleh orang-orang Moravia dan didalamnya termasuk pemimpin kelompok Moravia di Inggris Pieter Boehler, kakaknya Charles, sahabatnya George Whitefield dan orang-orang percaya lainnya. Namun hal itu tidak berlangsung lama, dengan alasan bahwa kelompok ini mendukung “Quietism,”[1] maka John memisahkan pengikutnya dari The Fetter Lane Society dan terbentuklah kelompok baru yang disebut “The Methodists” pada tahun 1739. Pada gilirannya, kelompok ini juga melakukan pergerakan yang disebut “Gerakan Kekudusan” yang menekankan kekudusan hidup dalam rangka menjaga keselamatan seseorang, dan menyatakan bahwa kekudusan yang sempurna dapat diperoleh seseorang dengan penyangkalan diri. Selanjutnya konsep anthropology & soteriology gerakan ini dilanjutkan oleh Gereja-gereja Pentakosta yang terbentuk dari “Peristiwa Azusa Street” tahun 1906. Sekalipun gereja-gereja Pentakosta ada yang menyangkal dirinya termasuk dalam gerakan itu, namun sejarahnya membuktikan bahwa jemaat pentakosta yang mula-mula adalah dari gerakan kekudusannya John Wesley. 6. TERBENTUKNYA DENOMINASI DARI PERBEDAAN TEOLOGI KESELAMATAN (lihat Chart “SEJARAH DENOMINASI GEREJA” terlampir) Dari Chart “SEJARAH DENOMINASI GEREJA” terlampir dapat ditelusuri mengapa sekarang terjadi banyak denominasi gereja. Perpecahan besar pertama terjadi pada sidang konsili Chalcedon di Bithinia Asia Timur pada tahun 451 AD. Perpecahan ini terjadi karena perbedaan Kristologi tentang natur Kristus. Didalam konsili ini diputuskan untuk menegaskan bahwa Kristus adalah persatuan sempurna Manusia-Allah, bukan dua kepribadian (Nestorian) atau satu kepribadian sebagai peleburan Allah dan manusia (Apollinarian dan Monophysite). Para biarawan yang menolak hasil konsili ini kemudian memisahkan diri dan kemudian menjadi Gereja Timur (Oriental). Secara pemahaman anthropology & soteriology, Gereja Timur tetap cenderung kepada synergism dan belum terpengaruh oleh reformasi teologi oleh St. Augustinus di Gereja Barat. Pada abad-abad pertengahan, soteriology Gereja Katholik Roma kemudian mengalami pergeseran dari Agustianism kepada Thomism (Thomas Aquinas). Teologi Thomism mencoba mengawinkan konsep Augustinus dengan Semi-pelagian sehingga menghasilkan teologi yang abu-abu (kompromi). Karena itu konsep Semi-pelagianism kemudian dengan mudah dapat menguasai kembali Gereja Katolik Barat. Dengan bergulirnya reformasi antara tahun 1517 sd 1685, soteriology gereja-gereja mengalami pembaharuan kembali. Sama seperti Augustinus dibangkitkan untuk menata ulang Teologi keselamatan yang telah kabur, demikian juga para reformator dibangkitkan untuk menggaris bawahi lagi bahwa keselamatan adalah “Sola Gracia.” Di Eropa, para reformator (Luther, Calvin, Zwingli, dll.) merubuhkan teologi keselamatan dengan perbuatan dan membangkitkan kembali keselamatan karena anugerah semata. Pada gilirannya gerakan reformasi menghasilkan gereja-gereja yang pada masa kini disebut “Protestan.” Di Inggris Raya, reformasi agak berbeda dan terlambat masuk kedalam Gereja Inggris karena pengaruh kekatolikan yang kuat. Baru pada tahun 1559, reformasi telah mempengaruhi Gereja Inggris dan terbentuklah Gereja Anglikan yang mengadopsi (sebagian) Teologia Calvin. Pada awal abad ke 17 (tahun 1600 an) terutama saat pemerintahan Raja James I, gereja Anglikan cenderung mendukung keputusan Sinode Dort dan mendukung Calvinisme. Namun dengan kematiannya tahun 1625, arah dukungan bergeser karena Raja Charles I anak yg menggantikannya cenderung ke Arminianisme. Hal ini menimbulkan pertentangan dengan Gereja Skotlandia yang adalah Presbyterian (Calvinis 4 poin). Pertentangan para bishop ini kemudian menimbulkan perang sipil yang panjang yang pada gilirannya memicu “Perang 3 Kerajaan” yg terkenal. Para “Puritan” adalah mereka yg cenderung memegang soteriology Calvinist tetapi ingin melakukan pembaharuan dari dalam gereja Anglikan yg telah cenderung ke Arminian. Sebagian tidak sabar dan langsung memisahkan diri dengan gereja Inggris (Anglikan). Mereka disebut para “separatist” dan kemudian karena tidak setuju dengan baptisan anak-anak, maka kemudian mereka membentuk gereja yang disebut “Gereja Baptis.” Karena mengalami penganiayaan di Inggris, kaum separatist ini yang dipimpin oleh John Smyth pindah ke Amsterdam. Kelompok inilah yg dipercaya sebagai awal berdirinya gereja Baptis. Di Eropa, reformasi menguasai gereja-gereja dan membangkitkan lagi konsep keselamatan karena anugerah. Marthin Luther di Jerman yg kemudian mempengaruhi juga Skandinavia, Swedia, Denmark dan Norwegia, menemukan ulang “Sola Gracia, Sola Fide, Sola Scriptura.” John Calvin yang didahului Zwingly, dalam reformasi Swiss & Perancis membangun kembali Teologia St. Augustinus yang “monergism.” Reformasi Calvin kemudian menjalar cepat keseluruh Swiss, Belanda, jerman, Inggris dan Amerika. Dari gerakan reformasi ini kemudian muncul gereja-gereja dengan corak teologia sesuai reformatornya dan disebut sebagai “Gereja Protestan”: · Gereja Lutheran (saat ini merupakan induk dari gereja-gereja protestant yang biasanya masuk dalam organisasi DGD/WCCC. Di Indonesia contohnya: HKBP, GKI, dsb.) · Gereja Calvinist (induk gereja-gereja yg luas denominasinya, seperti: Presbyterian, Anglikan, Gereja-gereja Injili, Southern Baptist, dll.) Namun gereja-gereja yang memegang soteriology Pelagian atau Semi-Pelagian seperti Gereja Oriental juga masih ada bahkan masih terus berkembang dengan pesat. Seperti yang telah dijelaskan dalam bagian-bagian sebelumnya, konsep soteriology Oriental ini dibangunkan kembali oleh Pelagius, kemudian oleh John Cassian dengan sedikit modifikasi. Kemudian dilanjutkan oleh Jacobus (James) Arminius dan diteruskan oleh John Wesley. Pada gilirannya teologia ini kemudian diteruskan oleh “Gerakan Kekudusan” Wesley dan dengan peristiwa Azusa St. tahun 1906, maka berdirilah gereja Pentakosta, dan konsep ini kemudian diteruskan dalam gereja-gereja Pentakosta. Pada tahun 1960 an, berhubung Amerika mulai lagi membangun negaranya dari peperangan (PD II), maka materialisme memasuki kehidupan masyarakatnya. Pada gilirannya ruh ini juga memasuki gereja. Dimulai oleh beberapa pemimpin gereja, dimulailah era “Teologia Kemakmuran” yang kemudian merasuk gereja-gereja yang mementingkan pengalaman dan etika dari pada pengajaran dan dogmatik. Salah seorang yang sentral dalam pengaruh ini adalah Essek William Kenyon. Pada awal tahun 1900, Kenyon mempromosikan aliran “The Word of Faith” yang menyatakan bahwa apa yg kamu katakan akan terjadi.” Konsep ini diajarkan sebagai tema sentral didalam Sekolah Alkitab yg didirikannya yaitu Bethel Bible Institute di Spencer Massachusets. Kenyon sendiri tidak pernah sekolah Alkitab secara resmi, tetapi memperoleh gelar Doktor teologi dari sekolah Alkitabnya sendiri yg dianugerahkan oleh dirinya sendiri. Pada gilirannya konsep tersebut dijiplak oleh Kenneth Hagin dan menjadi Bapak Gerakan Word of Faith modern dan mempengaruhi gerakan-gerakan digereja-gereja karismatik lainnya. Di Amerika ada Hagin dengan KHMnya, Kenneth Copeland, Creflo Dollars, Joyce Meyers, Benny Hinn, dll. di Australia ada Brian Houston dengan Hillsongnya, di Korea ada Paul Jong Gi Choo, di Indonesia ada banyak. Pada umumnya gereja-gereja karismatik ini berlatar belakang dari gereja yang memegang soteriology Synergism, namun karena fokus gereja-gereja ini BUKAN kepada Keselamatan tetapi kepada kesuksesan, kemakmuran, kesehatan, kekayaan, maka soteriology yang dianutnya juga bermacam macam. Dari chart terlampir terlihat bahwa banyak gereja-gereja ini yang memiliki soteriology Injili berhubung banyaknya pelayan dari sekolah-sekolah Alkitab Injili yg mempengaruhinya (sekalipun mainstreamnya adalah Arminianism). Sayangnya, gereja-gereja seperti ini tidak peduli tentang soteriologynya karena fokusnya adalah membangun gereja lokalnya dan bukan manusianya. Gerakan Injili (lihat chart ditengah bawah) Gerakan Injili bukanlah suatu denominasi dengan doktrin soteriology tertentu, tetapi suatu gerakan dari berbagai denominasi gereja untuk melakukan gerakan pekabaran injil kemana-mana. Ini merupakan kegerakan Roh Kudus mulai dari gereja mula-mula sampai masa kini. Pada abad ke 5, gerakan ini diwarnai oleh semangat kaum Moravia yang pergi menginjili kemana-mana. Kaum moravian, khususnya yang ada dikota Hernhutt Jerman adalah contoh yang sering dipakai sebagai contoh semangat untuk penginjilan sedunia. Pada dasarnya gerakan ini dimulai lagi oleh gerakan reformasi yang kemudian menimbulkan kesadaran akan perlunya pemberitaan Injil di seluruh dunia. Pada gilirannya Reformasi telah menimbulkan “Kebangkitan Besar Pertama (1735-1745) di Inggris & Amerika dengan tokoh sentralnya adalah Jonathan Edwards & George Whitefield (Augustinist/Calvinist) dan John Wesley (Arminianist). Dikalangan Augustinist, kebangkitan pertama ini pada gilirannya juga mempengaruhi bangkitnya “Kebangkitan Besar Kedua (1790-1803)” yang dipelopori oleh Charles Finney (Presbyterian) dan Wilberforce (Anglican). Pada masa itu juga Tuhan menggerakkan misi dunia yang dalam Missiology disebut sebagai “Era Pertama” penginjilan modern. Era ini dimulai dengan dikirimnya William Carey ke India (1792) dan terbentuknya badan-bdan misi sedunia sebagai hasil doa 5 mahasiswa yg dikenal sebagai “Haystack Prayer Meeting,” terutama dengan terbentuknya “The American Board of Commissioners of Foreign Missions” pada awal 1800 an. Penginjilan pada era ini dikenal sebagai “Penginjilan Daerah Pantai (Coastlands Missions)” dan mendominasi kegiatan penginjilan selama 118 tahun. Selanjutnya pada pertengahan 1980 an, terjadi lagi Gerakan Penginjilan Sedunia “Era Kedua” yang dipelopori oleh Hudson Taylor. Pada tahun 1865, Hudson Taylor mendirikan badan misinya ke China yang dinamakan CIM (China Inland Mission) yang kemudian sampai sekarang diganti menjadi OMF (Overseas Missionary Foundation). Taylor sendiri pergi kedaratan China, dan CIM/OMF kemudian merekrut lebih dari 6000 missionary yang umumnya melayani didaratan China. Sama seperti pada era pertama, kegerakan era kedua ini juga telah menggerakkan ribuan kaum relawan dari kalangan mahasiswa untuk menjadi misionary keluar negeri. Pada kurun waktu 1880 sd 1890 an, jumlah mahasiswa mungkin hanya 1/200 dari jumlah saat ini. Namun pada saat itu, organisasi The Student Volunteer Movement saja telah berhasil merekrut 100.000 orang yang mau menjadi misionaris secara sukarela. 20.000 orang benar-benar pergi sebagai misionaris ke negara-negara lain, dan 80.000 tetap tinggal sebagai pendukung badan misi ini. Penginjilan pada era ini dikenal sebagai “Penginjilan Daerah Pelosok (Inland Missions),” dan mendominasi kegiatan penginjilan selama 115 tahun. Era ketiga kegerakan penginjilan sedunia tetap sangat penting bagi gereja sekalipun kurang dramatis dibanding era pertama dan kedua. Para misiolog umumnya setuju bahwa era ketiga ini dimulai dan dipelopori oleh Cameron Townsend dan Donald Mc. Gavran. Keduanya juga berasal dari gerakan/organisai The Student Volunteer Movement. Sebelum menyelesaikan kuliahnya, karena terpanggil menjadi misionaris, Cameron berangkat ke Guatemala dan menginjili, membagikan alkitab bahasa Spanyol dari desa ke desa ke negara jajahan spanyol itu. Kemudian disadarinya bahwa banyak bahasa disana yg membuat usahanya kurang effektif. Apalagi setelah seorang Indian mengatakan kepadanya: “jika Allahmu memang pandai, mengapa Dia tidak bisa bahasa kami?” Sama dengan para pendahulunya, akhirnya Cameron harus mendirikan badan misinya sendiri yang dinamakan “Wycliffe Bible Translator (WBT).” Organisasi ini kemudian memfokuskan misinya kepada “Kelompok Tersembunyi (Hidden People)” yaitu orang-orang dari suku-suku yg belum terjangkau dengan menterjemahkan alkitab kedalam bahasa-bahasa suku. Dewasa ini WBT memiliki lebih dari 4000 pekerja sepenuh waktu. Paralel dengan kegiatan Cameron, Mc. Gavran menfokuskan bukan kepada rintangan bahasanya tetapi kepada rintangan sosial penginjilan. Dari pengalaman misi di India, kemudian dia mengenalkan konsep misi yang diberi nama sebagai “people groups” dan “the Bridge of God.” Tulisan-tulisan misi Mc. Gavran melahirkan kegerakan yang disebut sebagai “the Church Growth Movement” dan “The Frontier Mission Movement.” Diantara murid Mc. Gavran dalam kegerakan pertumbuhan gereja adalah Win Arn, Ralph Winter dan Peter C. Wagner. Semuanya dikenal sebagai tokoh-tokoh misiology modern, kecuali Wagner yang kemudian mengkonsentrasikan diri dalam kegerakan “Apostolic Reformation”nya dikalangan karismatik. Mc. Gavran kemudian mendirikan “Fuller School of World Mission” sebagai bagian dari sekolah Teologi Fuller. Sekolah misi ini merupakan rujukan utama perkembangan teologi & kegiatan misi dunia. Pada masa kini, Mc. Gavran bersama teman-temannya tokoh penginjilan & pertumbuhan gereja dianggap sebagai pendiri Gerakan Injili Konservatif. Diantara teman-temannya yang terkenal adalah Billy Graham (seorang penginjil dari Southern Baptist), John Stott (seorang expositor, teolog dan misiolog), Carl Hendry, Authur Glesser dll. Dari sejarah gereja diatas dapat dilihat bahwa jika dimengerti dengan baik, maka teologi keselamatan St. Augustinus bukanlah teologi fatalisme yang membuat orang malas melakukan penginjilan. Sejarah membuktikan bahwa reformasi, kebangkitan dan kegerakan penginjilan justru terjadi dikalangan gereja yang menganut soteriology Augustinism. Mereka percaya dengan sepenuh hati bahwa “Penginjilan adalah jalan satu-satunya yang Allah tetapkan untuk memanggil umat pilihanNya” (band. Rom. 8:29-30; 10:14-15). Gerakan Oikumenis/Pluralisme/Inklusif (lihat chart paling bawah) Sekalipun perkembangan gereja diatas sangat membesarkan hati dan menegaskan bahwa Tuhan sendiri berjalan bersama gerejaNya dalam pemberitaan Injil kasih anugerah, namun ada sisi perkembangan yang menyedihkan dan gelap dalam gereja. Setelah beberapa abad Gerakan Reformasi, didalam gereja-gereja “Arus Utama” (menunjuk kepada gereja-gereja hasil reformasi yang sudah memiliki organisasi lama, terutama gereja Lutheran) timbul suatu gerakan yang unjungnya/hasilnya adalah meninggalkan Alkitab & Injil Kristus. Gerakan ini disebut gerakan Pluralisme. Pluralisme adalah “paham yang mengakui adanya satu kebenaran yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Karena itu penganut pluralisme memiliki suatu sikap terbuka terhadap adanya kebenaran, bahkan menerima kebenaran yang ada di dalam agama-agama lain.[2] Pluralisme Teologis muncul dalam era ini dipicu oleh pengaruh Universalisme yang dimotori oleh Clement dan Origenes pada awal abad ke 2 yang pada abad 14 (renaissance) dan abad 18 (Enlightment) memperoleh momentumnya lagi melalui ajaran teolog Jerman J.W.Peterson dan E.C. Hockmann yang mengajarkan pemulihan akhir jiwa-jiwa. Ajaran ini kemudian dibawa ke benua Amerika oleh Persaudaraan Baptis Jerman yang memelopori universalisme di Amerika. Yang terkenal diantaranya adalah Friedric Schleiermacher (1768-1834) yang menjadi bapak Teologi Liberal Modern. Benang merah Teologi Universalisme ini terus berlangsung sampai memperoleh momentum besarnya didalam Konsili Vatikan II (1963-1965) yang menyatakan bahwa kebenaran bukan milik eksklusif orang Kristen.


Keputusan Konsili inilah yang memunculkan teologi pluralisme yang mula-mula dikembangkan oleh para teolog Katolik berdasarkan konsep konsili itu. Diantara mereka yang terkenal adalah Hans Kung, Karl Rahner, dan Paul F. Knitter. Teologi ini kemudian mempengaruhi teolog protestan penganut universalisme seperti John Hick dan John A.T. Robinson.

Kemudian teologi ini mempengaruhi teolog-teolog Protestan yang dipelopori oleh teolog-teolog liberal-pluralis seperti Leslie Newbigin, B.M. Ahn ,K. Harnstein/W. Freytag, J.C. Hoekendijk, D. Bonhoeffer, M.A.C. Warren, dll. Di Asia ada Choan Sen Song, S.J. Samartha, Yoewangge, dsb.


Pengaruh teologi pluralisme ini mencapai puncaknya setelah memperoleh legitimasi dalam Konsili Vatikan II (1963-1965) dikalangan Katolik, sementara dikalangan Protestan memperoleh kesempatan yang lebih luas dengan keluarnya Mandat Ketiga tahun 1972-1977 dari The Theological Education Fund (TEF), suatu badan dibawah WCC (Dewan Gereja-Gereja se Dunia) yang mengalokasikan dana jutaan dollar untuk sekolah-sekolah tinggi dan perpustakaan teologi didunia ketiga yang didominasi denominasi Protestan Arus Utama. Dana ini kemudian dipakai untuk mempromosikan buku-buku liberal-pluralis dan mendanai beasiswa-beasiswa pendeta negara-negara ketiga ke sekolah-sekolah Alkitab yang mempromosikan pemikiran liberal-pluralis.


Salah satu akibat dari gerakan ini adalah tidak diakuinya Yesus Kristus sebagai satu-satunya Jalan Keselamatan/jalan kesurga dan menyatakan bahwa SEMUA agama memiliki Kristus-kristusnya yang dapat menyelamatkan mereka (diperkenalkan dengan konsep “Cosmos Christ”). Karena itu pandangan ini menyatakan bahwa kebenaran (baca: keselamatan) bukan eksklusif melalui Yesus Kristus saja, karena setiap kepercayaan memiliki "kristus-kristusnya sendiri" yang dapat menyelamatkan mereka. Di dalam kepercayaan Hindu ada Krishna, didalam Islam ada Muhammad, dan didalam Buddhisme ada Sidharta Gautama.


Karena itu pengertian "Misi" ortodok (yaitu pemberitaan tentang Injil pertobatan & pengampunan dosa karena Yesus Kristus) telah diganti dengan "Dialog" (yaitu apa persamaan yg dapat mempersatuan semua agama, dan membuang apa saja yang bersifat ekslusif dari agama tersebut). Karena itu gerakan ini disebut sebagai gerakan Oikumenisme atau gerakan Inklusifisme.

Karena itu jugalah di Dewan Gereja Dunia (DGD) dan organisasi-organisasi dibawahnya (di Indonesia adalah Persekutuan Gereja Indonesia/PGI), departeman “Misi” dihilangkan dan diganti departemen “Dialog.” Ditingkat gereja lokal, istilah “pelayanan misi” telah dihilangkan dan diganti “pelayanan masyarakat (Pel-Mas)” atau “dialog,” atau dengan istilah-istilah sejenis. Pengertian dari kata "Zending" (Belanda) yang semula berarti 'mission" atau 'Misi" dalam pengertian pemberitaan Injil kepada suku-suku bangsa yang belum mendengar Injil, telah berganti artinya menjadi sekedar pertukaran mimbar semata atau kegiatan-kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan pemberitaan Injil kepada mereka yang masih belum percaya. Jemaat Tuhan diminta untuk berhati-hati agar tidak masuk dalam jerat ini! 7. KESIMPULAN Secara tinjauan sejarah, Allah selalu membangkitkan orang-orang pilihannya untuk memulihkan berita Injil yang benar. Setelah berita keselamatan menjadi kabur oleh politik gereja diabad ke 4, maka Allah membangkitkan St. Augustinus dari Hippo diabad ke 5 untuk menemukan ulang dan mengabarkan lagi keselamatan berdasarkan anugerah. Begitu pula saat Gereja jatuh kedalam legalisme, penyembahan berhala dan konsep keselamatan berdasarkan amal, Tuhan membangkitkan para reformator untuk meneriakkan kembali “Sola Gracia, Sola Fide, Sola Scriptura!” Keselamatan hanya oleh anugerah saja! Saat kekristenan jatuh lagi kedalam legalisme dan kebobrokan moral, Allah membangkitkan para Revivalist dalam Kebangkitan Besar Pertama, Kedua dan Penginjilan Tenda. Saat gereja enggan mengabarkan anugerah keselamatan untuk orang-orang pilihannya diseluruh dunia, maka Allah kembali menggerakkan anak-anak muda (dibawah 30 tahun) untuk penginjilan dunia seperti Carey & Taylor. Dia membangkitkan William Carey ke India, Hudson Taylor ke China, Nommensen ke tanah batak, Orang-orang Moravian keseluruh dunia, Townsend Cameron ke Guatemala & negara Amerika Latin, Mc. Gavran dengan World Missionnya, Billy Graham dengan Penginjilan sedunianya, Luis Palau dengan penginjilan pemudanya, dll. Ketika gereja telah meninggalkan keyakinannya akan Firman Allah dan tidak meyakini Kristus sebagai aktor dalam sejarah (liberal-pluralis), Ia membangkitkan John Stott dengan kekuatan eksposisinya, J.I. Packer dengan ketajaman Teologianya, CS Lewis dengan kekayaan imajinasi teologisnya, dan ratusan teolog besar lainnya. Semuanya secara konsert menunjukkan bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang tidak salah dan tidak dapat menyesatkan dan Yesus Kristus adalah tokoh sejarah yang lahir, mati dan dibangkitkan sebagai peristiwa sejarah dan yang keselamatan darinya dapat dialami secara riil, bukan hanya sebagai dogma semata (pengalaman Kristen bukan hanya “head knowledge,” tetapi terutama adalah “heart knowledge”). Secara ringkas, gereja adalah milik Kristus sendiri, karena itu Ia sendiri yang akan menegakkan kebenaran tentang Injil Keselamatan itu disegala zaman, sehingga perbedaan antara “lalang” dan “gandum” akan selalu nyata didalam ladangNya itu.


Lampiran 1:PERBANDINGAN DOKTRIN KESELAMATAN

CALVINISM vs ARMINIANISM

(Cat: Perhatikan juga urutan kejadian & sejarah Kontroversi ini)



Lampiran 2:

CHART SEJARAH DENOMINASI GEREJA POST NICENE (Setelah Konsili Nicea)




Catatan Kaki:

[1] “Quietism” adalah konsep dikalangan Kristen yg menyatakan kita dapat kudus sempurna dengan meditasi (berdiam diri). Konsep ini telah dilarang Gereja Katolik pada waktu itu. Namun alasan sebenarnya kemungkinan bukanlah itu karena kelompok Moravia adalah kelompok paling aktif dalam penginjilan. Alasan sebenarnya kemungkinan adalah perbedaan teologi keselamatan antara dirinya yang Arminian dengan kelompok Moravian & Whitefield yang memegang kepastian keselamatan & jaminan keselamatan. Kelihatannya peristiwa dikapal laut dan “Pengalaman Aldergate Street” tidak merubah pandangan Wesley tentang anugerah Allah. [2] Stevri Indra Lumintang, Teologi Abu-abu : Pluralisme Iman, ( Batu : Departemen Literatur YPPII, 2002), 15.

1,633 views0 comments

Comments


bottom of page