Batam, 14 Oktober 2018
Maka kata mereka kepada-Nya: "Di manakah Bapa-Mu?" Jawab Yesus: "Baik Aku, maupun Bapa-Ku tidak kamu kenal. Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapa-Ku." (Yoh 8:19)
"Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku.” (Yoh. 16:1-3)
“Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah." (Rom. 10:1-3)
Mengapa orang-orang Yahudi, yang dipengeruhi oleh para pemimpin agama mereka tidak mengenal Yesus dan tidak mengakui-Nya sebagai Mesias, bahkan membenci-Nya? Bahkan kebencian itu berlangsung sampai kini (misalnya lihat video ini: https://youtu.be/rkbwUyycop8 ).
Bagi banyak kalangan Kristen zaman kini, terutama dari kita kalangan karismatik, tentu banyak yang membantah pandangan demikian karena mereka melihat dan merasakan sendiri bagaimana mereka ramah melayani para turis rohani yang membanjiri tanah Israel. Bahkan banyak kalangan gereja yang secara membabi-buta membela mati-matian bangsa Israel (Yahudi) jika terjadi pembunuhan terhadap kaum Palestina, tanpa mengingat bahwa justru bangsa Yahudi lah yang telah menolak Yesus serta menganiaya orang-orang Kristen zaman dulu.
Memang warga Yahudi di Israel sangat ramah kepada para turis rohani/turis Kristen, tetapi jika diselami lebih mendalam, sikap itu terjadi terlebih karena faktor ekonomi dan solidaritas saja. Namun jika telah menyangkut status kepercayaan, maka dengan segera kita dapat merasakan bagaimana mereka sangat memandang rendah orang Kristen. Mereka memandang orang Kristen sebagai orang-orang bodoh yang mengikuti Seorang Yahudi yang menurut mereka tersesat, bahkan kerasukan setan (pandangan tentang Yesus ini bukan hanya dipegang oleh para pemimpin Yahudi semasa Yesus di bumi ini saja, tetapi sampai sekarang juga. Cobalah googling atau youtubing tentang hal ini, maka kita akan mendapat banyak data tentang sikap orang Yahudi di Israel, khususnya para Rabbi, terhadap Yesus yang masih menganggap-Nya rendah).
Di dalam kedua perikop yang kita kutip diatas, sekalipun para pemimpin Yahudi telah dengan begitu ketat memelihara Torah, namun menurut Tuhan sendiri, mereka sebenarnya tidak mengenal Allah yang mereka selalu sebut itu. Mengapa demikian?
Dalam kutipan ketiga, rasul Paulus memberitahukan sebabnya: karena pengertian mereka salah (penafsiran mereka tentang arti Torah sebenarnya itu salah/sesat). Akibatnya, mereka tidak mengenal kebenaran Allah (tidak mengerti konsep/doktrin-doktrin kitab sucinya secara benar), yang memuncak kepada mendirikan kebenaran sendiri dan berakhir dengan penolakan akan kebenaran Allah (terutama penolakan akan Kristus dan karya-Nya).
Mengapa orang-orang Yahudi bisa salah menafsirkan Torah dan seluruh kitab sucinya (Tanakh)?
Di dalam Injil Matius 23 ayat 23 Tuhan menegur dengan keras para akhli Taurat dan orang-orang Farisi karena mengutamakan kepatuhan untuk memberi perpuluhan dari selasih, adas manis dan jintan dari pada melakukan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan. Jika di cari dalam kitab Torah bangsa Yahudi, bahkan seluruh kitab sucinya (Tanakh), tidak ada tercatat tentang persepuluhan ketiga jenis rempah tersebut. Perintah-perintah tersebut bersumber dari ajaran-ajaran yang diturunkan secara oral (tradisi oral) yang telah merupakan tafsiran dari para Rabbi (guru) mereka. Namun ajaran-ajaran tradisi tersebut justru lebih diutamakan dari tuntutan perintah-perintah dalam Torah mereka yaitu keadilan, belas kasihan dan kesetiaan. Jadi mereka lebih bersandar kepada tradisi oral mereka dari pada kepada kitab sucinya.
Tanpa mereka sadari, mereka semakin jauh dari pengertian kitab sucinya, sehingga mereka “tidak mengenal kebenaran Allah” (tidak tahu pengertian kitab suci yang sebenarnya). Akibatnya, mereka “berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri” (membuat doktrin sendiri yang tidak sesuai dengan pengertian yang sebenarnya) sehingga berakibat kepada “tidak takluk kepada kebenaran Allah” (tidak mempercayai Yesus sebagai Mesias dan tidak mau percaya bahwa keselamatan hanya berdasarkan iman kepada Yesus Kristus dan karya-Nya).
Itulah sebabnya saat Tuhan di bumi ini, konsep mereka tentang Siapa Mesias dan apa yang dilakukan-Nya sudah berbeda dengan yang dimaksudkan oleh kitab sucinya, sehingga mereka telah menolak Yesus sebagai Mesias.
Bagaimana dengan bangsa Yahudi masa kini? Dengan perkembangan kekristenan sebagai agama terbesar di dunia saat ini, mengapa mereka tetap tidak percaya?
Dengan sedikit mempelajari sejarah Yudaisme zaman kini, kita akan segera tahu bahwa kesalahan nenek moyang Yahudi itu justru semakin diperparah oleh para penerusnya disepanjang abad kemudian. Jika dulu, ajaran-ajaran tradisi itu hanya bersifat oral (diturunkan dengan ucapan), maka sejarah mencatat, tradisi-tradisi oral tersebut kemudian dicatat agar generasi kemudian tidak kehilangan tradisi-tradisi tersebut.
Dengan demikian, kesalahan-kesalahan konsep dan tafsiran dalam tradisi-tradisi oral mereka kemudian malah di permanen kan dan dijaga dengan rapi agar tidak hilang. Diantara buku-buku tafsiran dan tradisi Yahudi yang mereka pegang sampai sekarang bahkan tetap menjadi acuan penafsiran mereka adalah Talmud dengan Mishna dan Gemaranya. Lalu ada Midrash, dan yang terakhir adalah kitab Zohar. Semuanya dianggap suci dan berotoritas karena kitab-kitab itu dianggap merupakan catatan dan tafsiran yang benar tentang Torah mereka.
Kitab Talmud, merupakan catatan pengajaran oral Torah yang dicatat oleh ribuan Rabbi Yahudi sebagai upaya agar tradisi oral Yahudi tidak hilang. Di dalam Talmud ada 2 bagian: Mishnah dan Gemara. Mishnah adalah catatan-catatan tentang pengajaran oral Torah, dan Gemara adalah tafsiran dari Mishnah.
Talmud ini sangat tebal (jika dicetak memakai font standard, akan mencapai lebih dari 6200 halaman – band. Alkitab LAI PL&PB total hanya 1750 halaman), karena itu hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu saja, seperti para ahli Taurat dan Farisi.
Sekalipun peredaksian Mishnah baru selesai pada tahun 200 an AD dan Gemara pada 500 an AD, namun tradisi oral ini dipercaya telah diturunkan sejak zaman Musa. Karena itu mereka menganggap bahwa tradisi oral ini merupakan tafsiran yg sebenarnya dari Torah Musa (kelima kitab Musa).
Hal inilah rupanya yang membuat para akhli Taurat dan orang-orang Farisi kemudian memiliki penafsiran yang salah terhadap kitab-kitab Musa, karena lebih menekankan tafsiran-tafsiran para Rabbi selama ribuan tahun itu. Firman-firman yang hidup yang diucapkan Tuhan Yesus saat di dunia ini yang disertai tanda-tanda mujizatpun tidak dapat merubah kerangka pikir yang telah membatu ini.
Setelah “canonisasi” (redaksionalisasi) Talmud, maka pada abad-abad setelahnya muncul kebutuhan untuk cara menafsirkan secara lebih baik. Karena itu muncul lagi kumpulan tulisan tafsiran Torah para Rabbi setelah Talmud, yang bernama Midrash. Midrash dilihat terutama tentang bagaimana cara menafsir yang benar (hermeneutik para Rabbi), dan disertai oleh hasil dari tafsiran-tafsiran itu sendiri. Midrash mengumpulkan tafsiran-tafsiran para Rabbi yang menulis antara tahun 400 sd 1200 AD.
Kelihatannya orang Yahudi tidak merasa cukup dengan Torahnya atau bahkan Tanakhnya, karena mereka terus menghasilkan buku-buku yang kemudian memiliki otoritas atas penafsiran mereka.
Satu buku Yudaisme yang fenomenal adalah Zohar. Buku ini telah menjadi “kitab suci” dari suatu aliran mistisisme resmi Yudaisme yang disebut Kabbalah. Zohar diklaim berisi tafsiran mistis dari Torah. Lebih tepatnya, berisi tafsiran mistis dari Midrash. Mayoritas Zohar ditulis dalam bahasa Aram, bahasa yang dipakai oleh orang Yahudi sejak zaman bait Allah kedua.
Kitab Zohar muncul di Spanyol pada abad ke 13, yang diperkenalkan oleh seorang Yahudi bernama Moses de Leon. Leon mengklaim bahwa kitab yang ditulisnya itu adalah tulisan dari seorang Rabbi abad ke 2 yang terkenal, Shimon bar Yochai yang mengklaim mendapatkan inspirasi dari nabi Elia saat Shimon bersembunyi dari penindasan Roma di suatu gua selama 13 tahun. Namun setelah kematian de Leon, jandanya mengatakan bahwa kitab itu ditulis sendiri oleh de Leon, tetapi memakai nama Shimon bar Yochai agar mendapat legimitasi dikalangan para Rabbi.
Terlepas dari kontroversi penulis Zohar, kitab ini telah menjadi rujukan resmi Yudaisme modern, apalagi yang berhubungan dengan hal-hal mistis (esoteric), seperti siapa Allah, kemana jiwa orang setelah kematian, kebangkitan, dan terutama tentang dunia yang akan datang (eskatologi Yahudi). Jadi, saat kita nanti akan membahas dan membandingkan eskatologi Yudaisme dengan eskatologi Kristen, maka mau tidak mau kita harus mengetahui konsep eskatologi Yudaisme Kabbalah ini.
Simbol Kabbalah (Pohon Kehidupan) yang juga menyatakan 10 atribut Allah
Untuk menyimpulkan pertanyaan judul blog kita “Mengapa orang-orang Yahudi tidak percaya kepada Yesus sebagai Mesias?” sekarang kita mengetahui jawabannya: karena mereka tidak mau tetap memegang kitab suci mereka, tetapi tergantung penuh kepada penafsiran para Rabbi mereka. Karena itu mereka sangat percaya diri bahwa agama merekalah satu-satunya agama yang benar, tanpa sadar bahwa mereka sudah tidak mengenal Allah yang sering mereka panggil Yehova itu. Karena itu juga mereka menolak Yesus sebagai Mesias mereka.
Renungan/Introspeksi
Sebaik apapun kita anggap doktrin yang kita pegang, kita harus selalu kembali kepada Alkitab sebagai satu-satunya sumber yang olehnya Roh Kudus membimbing kita. Karena itu sangatlah penting bagi kita untuk terus menerus dengan rajin membaca Kitab Suci kita seolah-olah baru pertama sekali membacanya. Untuk mendapat pengertian baru yang lebih murni, lebih asli.
Membaca buku-buku rohani atau buku-buku referensi memang bagus, tetapi tidak dapat menggantikan pembacaan Alkitab secara mandiri dan langsung, karena hanya dengan demikian maka Roh Kudus leluasa membimbing kita untuk memperjelas, menjernihkan dan memurnikan pengertian kita tentang Firman Allah.
"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibr. 4:12)
コメント