(Kumpulan renungan WA Grup BTBM)
Artikel #1
Kekuatiran & Kesombongan: Cara Singa mencari mangsa
(S. Christian Robirosa - 02 November 2018)
1 Petrus 5:6-9 (TB)
6 Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.
7 Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.
8 Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.
9 Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.
Pagi tmn2 BTBM
Pagi ini saya mendengar khotbah ini dari sermonaudio.com dan cukup menarik topik ttg kekuatiran & kesombongan dari perikop itu.
Kita sering mengartikan ayat2 diatas terpisah satu dg yg lain sehingga arti aslinya kabur.
Jika membaca konteks ayat2 tsb, maka artinya adalah:
1. Kekuatiran adalah hasil dari kesombongan yg membuat kita tidak mempercayai Allah bhw Dia ada, sanggup & mau utk menolong kita. Kekuatiran pada intinya adalah bahwa kita berpendapat bhw Allah tdk dpt diandalkan utk menolong kita.
Itulah kesombongan. Krn itu cara utk mengatasi kekuatiran adalah pertama utk merendahkan diri (mengakui bhw kt tdk berdaya dan bhw Allah pasti memelihara kita-ay 6), lalu menyerahkan kekuatiran kita (skrg sdh bukan jd beban kt lg krn sdh diserahkan).
2. Singa mencari mangsa yg lemah/terluka dan memisahkannya dari kawanannya sehingga mudah ditelan:
Saat kita mengalami kesusahan, insting yg sering muncul adlh utk memisahkan diri dari persekutuan gereja. Alasan selalu masuk akal (mis, "gereja toh tdk care dg org yg nengalami pergumulan spt saya"), lalu kita mulai meninggalkan komunitas gereja/orang-orang percaya dan mencari komunitas sendiri sesuai dengan kecintaan kita akan dunia, tanpa sadar kita sudah masuk ke perangkap singa dan akan segera jatuh dlm dosa.
Krn itu saat kita dlm kesusahan, sangat penting untuk tetap berada didalam kawanan orang-orang percaya supaya dikuatkan dan dijaga dari jatuh kedlm dosa. Karena kita perlu mereka utk menguatkan kita (ay 8). Kesombonganlah yg membuat kita tidak mau minta saran & doa dari teman seiman atau gembala kita.
Jadi, saat didalam kesusahan & kekuatiran, penting bagi kita:
1# utk merendahkn diri untuk mohon pertolongan kepada Tuhan,
2# menyerahkan semua kekuatiran kita & jangan menjadikannya beban lagi,
3# tetap dalam kawanan orang percaya dan merendahkan diri dengan mohon saran & doa dari gembala atau orang-orang rohani yg dapat dipercaya.
Ingat: Kesombongan adalah alat iblis utk menelan kita
Artikel #2
“Be careful for nothing”: kuatirlah tentang tidak suatu hal pun
(S. Christian Robirosa - 03 November 2018)
Filipi 4:6 (TB) Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
Pagi tmn2 BTBM
Pagi ini dengar khotbah dari sermonaudio.com masih ttg kekuatiran.
Yg baru & menarik bagi saya adalah bgmn cara rasul Paulus menuliskan frasa yang LAI terjemahkn dengan "janganlah hendaknya kamu kuatir ttg apapun juga."
Jika diperhatikan dlm bhs2 inggrisnya, Paulus tdk menuliskan "dont be anxious for anything" (= jgn kuatir ttg sesuatupun), tetapi menulisnya dg "be careful for nothing" (KJV) atau "in nothing be anxious" (ASV, NIV dll) yg scr literal hrs diterjemahkan "kuatirlah tentang tidak suatu hal pun."
Sinclair B. Ferguson, slh seorang ekspositor protestan terbaik saat ini telah meneliti hal ini, dan mengkonfirmasi susunan ini disengaja Paulus utk menjelaskan suatu kebenaran.
Apa bedanya dg cara terjemahan LAI?
Klu terjemahan LAI yg dilarang adlh kuatirnya, tetapi text asli menekankan kpd objek kuatirnya ("nothing"/tdk suatupun)
Artinya, Paulus mungkin menyadari bahwa mustahil sebagai manusia yg hidup kita tidak memiliki kekuatiran. Itu zombie namanya. Manusia normal pasti memiliki kekuatiran. Begitu bangun dari tidur, manusia pasti memiliki kekuatiran masing-masing.
Yg mau ditekankan Paulus bukan larangan kuatirnya (walau ini menjadi hasilnya), tetapi tentang objek kekuatirannya ("tentang apapun"), yaitu bahwa apapun sebenarnya tdk perlu kita kuatirkan karena segala hal bisa kita serahkan kpd Allah.
Jika kita benar-benar menyerahkan hal-hal tersebut kepada Bapa kita, maka hasilnya adalah damai sejahtera yg aneh ("melampaui segala akal" – ay.7) akan menjadi milik kita. Artinya, hasil akhir dari menyerahkn hal-hal tersebut kepada Allah adalah diterimanya damai sejahtera (hilangnya kekuatiran diganti ketenangan).
Kita kuatir tentang sesuatu? Itu wajar, tapi harus menyerahkannya kepada Allah. Sesudah itu seharusnya kita memiliki ketenangan. Kalau tetap juga kuatir, berarti kita belum percaya. Serahkan lagi tentang ketidakpercayaan kita, supaya Bapa kita beri iman. Begitu seterusnya. Sampaikan semua.
Puji Tuhan kita bisa menyampaikn semuanya kepada Bapa kita. Imanuel.
Artikel #3
Mata rohani untuk melihat pemeliharaan Allah
(S. Christian Robirosa - 04 November 2018)
2 Raja-raja 6:8-23
15 Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: "Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?"
16 Jawabnya: "Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka."
17 Lalu berdoalah Elisa: "Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat." Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa.
Teman-teman BTBM
Masih tentang kekuatiran, pagi ini saya mendengar khotbah (dari Sermonaudio.com) tentang peristiwa pengepungan kota Dotan oleh raja Aram untuk menangkap nabi Elisa.
Saat raja Aram mengetahui bahwa Elisa yg selalu menggagalkan rencananya untuk menaklukkan raja Israel ada di kota Dotan, maka ia mengirim kesana pasukan, kereta kuda dan tentara dalam jumlah yang besar (ay. 14) untuk mengepung kota itu diwaktu malam.
Paginya, pelayan Elisa kaget melihat tentara yang begitu banyak itu mengepung kotanya, sehingga ia sangat panik dan berkata “Celaka!” Hal ini tentulah sangat wajar karena menyangkut keselamatan mereka, bahkan nyawa mereka. Orang normal seperti kita pasti akan bersikap sama.
Namun sikap Elisa justru sebaliknya. Ia sangat tenang sehingga dapat menghibur pelayannya. Mengapa Elisa dapat bersikap demikian? Karena penglihatannya berbeda dengan pelayannya. Ia dapat melihat menembus alam rohani, dimana pasukan kuda api Allah melindungi mereka (ay. 17)
Lalu Elisa memohon kepada Allah supaya memberikan penglihatan yang sama kepada pelayannya, sehingga iapun dapat melihatnya dan diberi ketenangan.
Rupanya cara Allah menguatkan orang-orang percaya dan menunjukkan pemeliharaan-Nya bukanlah dengan mengangkat masalahnya, tetapi memberi persepsi yang berbeda kepada mereka di dalam menghadapi masalah itu. Dengan demikian mereka dapat melalui masalah-masalah mereka dengan ketenangan yang besar karena mengetahui bahwa Allah Yang Maha Kuat itu bersama mereka dan melindungi mereka.
Prinsip ini ditunjukkan juga oleh pengalaman Daud dalam Mzm. 23. Saat ia dikepung oleh musuh-musuhnya dan setiap hari berada dalam bahaya maut (“berjalan dalam lembah kekelaman” – ay. 4), namun ia tidak takut. Mengapa? Sebab ia melihat fakta rohani yang tidak kasat mata, yaitu penyertaan Tuhan (“sebab Engkau besertaku” – ay. 4).
Pengalaman Asaf pun sama dalam Mazmur 73. Saat ia gelisah melihat ketidakadilan di dunia ini, dimana orang-orang fasik hidup makmur dengan kefasikan mereka, sementara orang-orang benar selalu dilihatnya menderita, maka ia hampir tergelincir (maksudnya ia hampir tidak mempercayai bahwa Allah melihat hal itu dan akan bertindak, sehingga ia merasa sia-sia untuk hidup bersih – ay. 2 & 13).
Rasa frustrasi tersebut akhirnya hilang saat ia “masuk ke tempat kudus Allah” dan melihat perspektif baru karena melihat semuanya secara rohani (ay. 16-20)
Pengalaman Petrus saat berjalan diatas air pun sama. Saat melihat kepada Yesus (ia sadar bahwa Yesus besertanya), ia dapat berjalan di atas air. Tetapi saat ia kehilangan pandangan kepada Yesus dan mengalihkannya kepada ombak, ia kehilangan pijakannya. Namun fakta bahwa Yesus ada disitu untuk menolongnya tidak berubah, sehingga Petrus tidak tenggelam. Artinya, sekalipun kita tidak melihat penyertaan Tuhan, namun penyertaan Tuhan adalah suatu fakta. Bukan karena kita percaya atau tidak, tetapi karena Ia sudah mengatakan demikian.
Jadi, saat kita mengalami masalah yang berat, jalan satu-satunya adalah untuk melihat penyertaan dan pertolongan Tuhan. Bagaimana kita melihatnya? Dari janji-janji yang telah diberikan-Nya dan dicatat di dalam Alkitab. Karena itu kita perlu membaca, mengerti dan menyimpan firman Tuhan di dalam pikiran & hati kita agar persepsi/penglihatan kita dapat menembus ruang kasat mata ke dalam realitas rohani.
Jadi, saat kita mengalami pergumulan berat, cari persepsi yang benar dari Alkitab.
Beberapa kebenaran Alkitab yang berhubungan dengan penyertaan dan pemeliharaan Allah al.:
1. Allah beserta kita dan akan menjaga kita sehingga kita tidak akan jatuh dan binasa (Yoh. 14:16, 17, Ibr. 13:5).
2. Bahwa Allah mengetahui persis semua masalah kita, bahkan jumlah rambut kitapun Dia mengetahuinya (Mat. 10:29-30).
3. Bahwa Allah tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita, dan bahkan berjanji akan memberi jalan keluar kepada setiap masalah kita (1Kor. 10:13)
4. Tujuan semua pencobaan adalah untuk memurnikan iman kita agar kita mendapat upah nantinya, sehingga dalam menghadapi pencobaan, kita seharusnya bergembira dan bukan bersedih atau kecewa (1Pet. 1:6-7)
Puji Tuhan untuk kasih-Nya yang besar. Imanuel.
Rupanya cara Allah menguatkan orang-orang percaya dan menunjukkan pemeliharaan-Nya bukanlah dengan mengangkat masalahnya, tetapi memberi persepsi yang berbeda kepada mereka di dalam menghadapi masalah itu.
Comments