top of page
Writer's pictureSihol Christian Robirosa

Allah Trinitas Yang Esa (3)

Updated: Jun 17, 2020

Doktrin Trinitas protestan Bagi Orang Awam (sambungan)




Setelah pada bagian-bagian lalu kita memaparkan alasan-alasan mengapa kemudian doktrin Trinitas harus diformulasikan oleh gereja Tuhan, maka sekarang kita akan membahas dengan lebih detil lagi tentang bidat-bidat yang muncul di dalam gereja yang membuat gereja harus memformulasikan doktrin Trinitas tersebut sebagai pegangan bagi jemaat Tuhan.


Di dalam bagian ini kita akan mendiskusikan ajaran dari bidat-bidat di awal kehidupan gereja yang membuat bapa-bapa gereja harus membuat formulasi doktrin Trinitas bagi pegangan iman orang percaya. Hal ini perlu kita pelajari ulang karena tepatlah kata orang bijak bahwa "sejarah mengulang dirinya," yang berarti kita dapat jatuh ke dalam kesalahan yang sama jika kita tidak mempelajari sejarah dengan baik.


Sama juga seperti perkataan hikmat Salomo bahwa "tidak ada yang baru di bawah matahari," maka sebenarnya bidat-bidat modern seperti mormonisme, saksi yehuwa, oneness pentacostalism, dll adalah merupakan daur ulang dari bidat-bidat lama yang muncul kembali dengan wajah baru.


Setelah membahas bidat-bidat lama tersebut, lalu kita akan masuk ke dalam definisi gereja tentang Trinitas agar kita kaum awam Protestan dapat mengerti dan memegangnya. Mari kita mulai pembahasannya.


2.B. Bidat-bidat di dalam Gereja

Yang mendorong Gereja untuk memformulasikan Doktrin Trinitas


Sejak dari mulanya, gereja menghadapi ajaran-ajaran bidat yang melencengkan

pengertian tentang Allah. Serangan mula-mula kebanyakan tentang pribadi Kristus (Kristologi). Sekalipun serangannya tentang Kristus, namun hal itu akan mempengaruhi formulasi hubungan-Nya dengan Allah dan Roh Kudus. Jika Ia adalah Allah, maka Ia harus dimasukkan kedalam ke-Allah-an (the Godhead). Jika Ia adalah manusia atau manusia setengah Allah, maka Ia tidak dapat dimasukkan kedalam ke-Allah-an. Karena itu serangan paling kuat dilakukan terhadap pribadi Kristus. Berikut adalah daftar bidat-bidat utama yang akhirnya akan mempercepat formulasi doktrin Trinitas nantinya:


Tabel: Bidat-bidat yang besar pada abad-abad permulaan sebelum doktrin Trinitas terformulasi secara jelas seperti sekarang


Perdebatan doktrin hubungan ke-Allah-an ketiga Pribadi itu selalu merupakan tarik menarik antara ke-Esa-an/Kesatuan Allah dan ke-berbeda-an Allah (lihat Gbr. dibawah)



Gbr. : Ekstrim-ekstrim pengertian yang salah

tentang hubungan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus


Modalisme:


Jika kita hanya menekankan Kesatuan (ke-Esa-an) Allah dan menyatakan bahwa

kesatuan-Nya berarti hanya ada Satu Pribadi, maka kita akan terbawa kepada penafsiran Sabellius, yaitu konsep Modalisme. Konsep ini menjelaskan bahwa ke-Esa-an Allah berarti Allah adalah Satu Pribadi saja, namun memiliki peran atau nama yang berbeda pada suatu masa.


Misalnya, mereka mengajarkan bahwa pada Perjanjian Lama, Allah adalah Allah yang bernama Yehova yang melakukan karya Penciptaan. Pada masa inkarnasi, Allah yang sama turun kedunia sebagai manusia yang bernama Yesus Kristus dan melakukan pekerjaan Penebusan. Lalu setelah Yesus naik ke Sorga, Ia datang lagi sebagai Roh Kudus untuk melakukan pekerjaan Penyelamatan dan Pendirian Kerajaan Allah dibumi.


Kita sering mendengar illustrasi-illustrasi Trinitas yang salah yang diajarkan kepada

jemaat maupun anak-anak sekolah minggu dengan konsep seperti ini. Misalnya:


  • Illustrasi seorang Bapak: dirumah ia disebut Bapak/Ayah, lalu setelah sampai di kantor ia disebut Direktur, dan saat digereja ia disebut Penatua. Padahal orangnya hanya satu, tetapi disebut dengan sebutan yang berbeda karena pada saat itu ia melakukan peran-peran yang berbeda: Bapak, Direktur dan Penatua.

  • Illustrasi Air, Es dan Uap. Air yang satu itu dapat memiliki 3 bentuk pada saat yang berbeda: dalam kondisi biasa, ia adalah cairan. Pada kondisi panas, ia menjadi uap air. Dan pada kondisi dingin, ia kemudian menjadi es. Demikian Allah, katanya. Ia sebenarnya adalah Satu Pribadi yang sama, namun memiliki bentuk/peran yang berbeda pada suatu masa tergantung kepada kebutuhan.

  • Dan lain-lain.

Seluruh illustrasi diatas (dengan bermacam jenis dan gradasi) adalah konsep Modalisme yang telah dinyatakan sesat didalam Sinode Antiokhia tahun 286 AD. Salah satu aliran modern yang mengadopsi konsep demikian adalah Oneness Petecostalism yang menyangkal baik adanya pluralitas pribadi didalam esensi Allah, maupun kekekalan Anak Allah.


Triteisme:


Pada ekstrim lain, Allah dipercaya sebagai 3 Pribadi yang berbeda satu sama lain. Tingkat perbedaan ketiga Pribadi ini menentukan apakah ajaran itu Alkitabiah atau tidak. Misalnya, jika ketiga Pribadi tersebut adalah Pribadi-Pribadi yang sama sekali berbeda, dengan pengertian masing-masing Pribadi memiliki pikiran, perasaan dan kehendak (rencana, konsep) sendiri, maka ia adalah paham Politeisme. Contoh, Hinduisme dengan Trimurtinya (Brahma, Shiva dan Vishnu). Didalam sejarah Kristen, contohnya adalah paham Mormonisme. Mormonisme mengajarkan bahwa ketiga Pribadi tersebut adalah sama sekali berbeda, tidak ada kesatuan esensi didalamnya, hanya kesatuan tujuan saja. Karena itu Mormonisme bukanlah iman Kristen sekalipun mereka mengklaim sebagai Kristen.


Salah satu ke berbedaan lain lagi adalah yang diajarkan oleh Arius yang disebut Arianisme (lihat Tabel diatas).

Arius mengajarkan bahwa Kristus berbeda secara substansi (ousia) dari Allah Bapa dan Roh Kudus, karena Ia diciptakan. Baginya, Kristus adalah ciptaan pertama, dan melalui ciptaan pertama inilah kemudian Allah menciptakan ciptaan-ciptaan yang lain. Jadi baginya, Sang Anak tidak eksis secara kekal, tetapi memiliki awal. Teori ini telah dinyatakan sesat didalam Konsili Nicaea tahun 325 AD, namun ada bidat-bidat yang masih mempercayainya sampai saat kini. Salah satunya adalah Saksi Yehuwa (SY). SY percaya bahwa Kristus adalah ciptaan pertama Allah, yang melaluinya kemudian Allah menciptakan yang lainnya. SY bukanlah Kristen sekalipun lahir dari sejarah Kristen. Bidat ini dikenal sering membuat nubuatan-nubuatan tentang kedatangan Kristus yang kedua kalinya yang selalu meleset, dan sering merubah doktrinnya. Nyata sekali bahwa cara penafsirannya (Hermeneutik nya) memiliki pondasi yang salah, namun selalu berkelit jika penafsiran atau nubuatnya kemudian salah. Karena sistem hermeneutiknya sudah salah, maka semua penafsirannya, terutama tentang Allah juga salah. Jadi tidak ada yang dapat dipercaya dari ajaran ini. Sekali lagi ditekankan disini bahwa Saksi Yehuwa (Saksi Yehova) BUKANLAH Kristen, meskipun mengaku memiliki Alkitab yang sama dengan Kristen, tetapi penafsirannya sangat berbeda dengan Kekeristenan sejati. Dalam hal Kristologi dan Theologi, ia adalah penganut Arianisme, bidat kuno yang muncul lagi pada masa kini. Jemaat Tuhan diharapkan agar berhati-hati dengan penyusupan konsep dari bidat ini.


Untuk menghindari jebakan kutub-kutub ekstrim ini, kemudian muncullah konsili-konsili gereja untuk memformulasikan hubungan ke Tiganya. Contohnya adalah pengajuan konsep Kristologi dalam hubungannya dengan ketiga Pribadi Allah. Ada pembahasan tentang “generatio” nya Kristus dan “processio” nya Roh Kudus. Diskursus “generatio” nya Kristus adalah diskusi tentang status “Anak” bagi Kristus: apakah Ia adalah Anak Allah sejak kekekalan masa lalu, atau hanya sejak inkarnasi? Apakah ketaatan Anak kepada Bapa didunia ini mencerminkan ketaatan-Nya pada kekekalan masa lalu seperti yang ditesiskan oleh Karl Barth? Apakah generatio mengimplikasikan subordisasi Anak terhadap Bapa? Demikian juga apakah Roh Kudus keluar dari Bapa saja atau juga dari Anak? dst.


Disini kita hanya akan berusaha untuk menyimpulkan saja hasil dari formulasi gereja

tanpa harus memberi informasi tentang diskursusnya serta ayat-ayat Alkitab yang menjadi dasar formulasi tersebut. Agar jemaat awam masih dapat mengertinya dengan mudah.


Jadi, bagaimanakah formulasi Trinitas yang dipegang oleh gereja saat ini? Mari kita

membahasnya.


2.C. Formulasi Gereja Tentang TRINITAS


Setelah berabad-abad gereja (baca: Bapa-bapa gereja) melakukan doa, perenungan,

diskusi-diskusi dan konsili-konsili atau sinode-sinode yang membahas serta menyimpulkan tentang hubungan antara Allah Bapa, Kristus dan Roh Kudus, maka gereja (semua cabang gereja: Katolik Barat/Roma, Gereja Timur/Ortodoks, dan Protestan), dengan sedikit variasinya memberikan definisinya tentang Trinitas.


Definisi dalam bentuk generiknya, formulasi Trinitas adalah:


Dalam bentuknya yang dikembangkan untuk menghindari penafsiran subordinasi, bentuknya menjadi:



Mari kita jelaskan maksudnya:


“One Being (One God)”:


“Being,” dalam bahasa Yunaninya “ousia” dan bahasa latinnya “substantia,” berarti esensi (kata dalam Bahasa Indonesia yang terdekat artinya adalah “hakikat.” Namun kata inipun tidak dapat menyatakan maksud asli dari “ousia” maupun “substantia” itu). Agar dapat mengerti apa maksudnya “Being” atau “Ousia” ini, kita kembali kepada maksud awal digunakannya kata ini, yaitu pada masa filsuf-filsuf Yunani terkenal, khususnya Plato dengan teori “Being” dan “Becoming” nya.


Menurut Plato, realitas memiliki 3 kategori: “Being, Becoming dan Non-being.” “Being”

adalah sesuatu yang absolut, independen dan transenden. Ia ada dari dirinya sendiri, tidak tergantung dari hal-hal diluar dirinya, bersifat kekal dan tidak terjangkau. “Becoming” adalah segala sesuatu yang keluar dari sesuatu yang lain (dapat keluar dari “Being”), yaitu segala yang ada ini, yang tidak kekal dan akan selalu berubah. Bagi kekristenan, maksudnya setara dengan segala ciptaan. “Non-being” adalah “sesuatu” yang secara absolut tidak ada. “Being” akan selalu terpisah dari “Becoming.”


Jadi yang dimaksud dengan “One Being” adalah Satu Keberadaan yang dalam segala hal absolut, independen dan transenden. Ia dalam segala hal (esensinya, sifatnya, bentuknya, kemampuannya, dll) berbeda dengan yang “Becoming.” Sekalipun Plato tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa “Being” itu adalah Allah, namun konsep ini mencerminkan pernyataan Allah tentang Diri-Nya sekitar 300 tahun sebelum

Plato, yaitu pada zaman Yesaya. Alkitab mencatat pernyataan Allah tentang Diri-Nya

“bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku,” (Yes. 46:9).

Jadi jauh sebelum Plato, Allah telah menyatakan Diri-Nya dengan pengertian yang kemudian diberi label “Being” oleh Plato. Karena itu gereja memakai kata-kata ini (ousia,

substantia, being) untuk menjelaskan keSatuan Allah.



“Who eternally exists in Three different Persons (subsistences) – The Father, The Son and The Holy Spirit”:


Didalam Satu Allah (Being) itu telah ada secara kekal Tiga Pribadi/Keberadaan

(subsistensi): Bapa, Anak dan Roh Kudus. Jadi tidak ada satupun dari keTiganya yang tidak kekal (seperti teori Arius bahwa Anak diciptakan dan tidak kekal). Allah (Being) yang Satu essensi itu secara kekal ada sebagai “Tiga Keberadaan yang berbeda.”

Harap diperhatikan disini pengertian dari Pribadi (“Persons”). Didalam bahasa latin adalah “Persona” dan dalam bahasa Yunani (juga latin) dipakai istilah “hypostasis” (“hypo”= dibawah, “stasis” = keberadaan. Artinya sepadan dengan bahasa Inggris “subsistence”). Didalam bahasa Teologi, bahasa Inggris memakai kata “Subsistences.”


Jadi, istilah-istilah Persons, Subsistences, Persona dan Hypostasis ini menggambarkan keberadaan Ke Tiganya dalam Diri Allah. Apakah maksud dari kata-kata ini?


Untuk dapat mengerti konsep ini, kita akan membahas kata Inggrisnya, yaitu

“Subsistences.” Kita mulai dari kata yang populer “Existence” (Keberadaan). Kata ini berasal dari kata Yunani “eksistere” yang terbentuk dari 2 kata “ex (eks)” yang berarti keluar dari, dan “stere” berarti berdiri (dengan pengertian “ada”). Jadi arti eksistere adalah sesuatu yang “keluar dari suatu keberadaan.” Pengertian ini berlaku bagi semua ciptaan, karena mereka keluar dari sesuatu yang lain (setara dengan konsep “Becoming” nya Plato). Namun Allah bukanlah sesuatu yang keluar dari sesuatu yang lain, karena Ia ADA tanpa ketergantungan kepada yang lain. Jadi kata existence (eksistensi) bagi Allah tidak tepat jika mengacu kepada pengertian asli katanya.


Karena itu gereja memikirkan suatu kata yang lebih tepat untuk mengungkapkan “keberadaan” ke Tiga Persona ini didalam Allah.

Karena ke Tiga Persona ini berada dibawah (dibalik) Allah (Being) Yang Esa itu, maka

gereja memakai istilah “subsistences” (dengan prefiks “sub” yang artinya, dibawah, dibalik) untuk ke Tiganya, dan BUKAN “existences.” Artinya, keTiga keberadaan itu ada dibalik Allah Yang Esa. Kita melihat Allah adalah Allah Yang Esa, tetapi dibalik-Nya tersembunyi ke Tiga subsistensi yang dibukakan secara progressif kepada gereja (lihat illustrasi Atom bagi pendekatan sejarah pengertian akan Trinitas dibagian “Illustrasi” setelah sub-bab ini).

Saat kita berpikir bahwa Allah itu adalah Tunggal, maka kita akan diingatkan bahwa Ia memiliki Tiga sub keberadaan (subsistensi) didalamnya. Namun saat kita mulai terus memusatkan perhatian kita kepada salah satu Keberadaan itu, maka kita kemudian akan diingatkan bahwa Ia adalah Esa.


Pola demikian akan selalu menjadi pengalaman iman orang percaya, karena Allah yang

kita coba mengerti itupun menyatakan Diri-Nya dengan pola itu (lihat pembahasan didalam pernyataan progressif PL diatas).


Ungkapan Gregory Nazianzus yang sering dikutip John Calvin sebagai suatu perikop yang menyukakannya mengandung kebenaran penting tentang hubungan antara Kesatuan Allah dan Keberagaman-Nya dan tentang caranya Allah menyatakan Diri-Nya kepada kita:


Saat saya memahami akan Yang Satu [Allah], maka saat itu juga saya diiluminasi olehkemegahan dari keTiga [Pribadi]; Saat saya membedakan Mereka, seketika itu juga saya dibawa kepada Yang Satu [Allah]. Ketika saya berpikir tentang Salah Satu dari keTiga [Pribadi], saya berpikir tentang Dia sebagai suatu keutuhan, dan mata saya berlinang, dan bagian terbesar dari apa yang sedang saya pikirkan tidak dapat saya pahami. Saya tidak dapat memahami kebesaran dari satu [Pribadi] dengan cara sedemikian rupa sehingga mengatribusikan kebesaran yang lebih besar kepada [Pribadi - Pribadi] yang lain. Ketika saya merenungkan ketiga Pribadi bersama-sama, saya hanya melihat satu obor, dan tidak dapat membagi atau mengukur terang yang tidak dapat dibagi-bagi itu.

“all of Whom are fully God, and all of Whom are equal”


Setiap Keberadaan didalam Tritunggal ini adalah sepenuhnya Allah dan ke Tiganya setara. Kesetaraan dan hubungan ke Tiga Keberadaan ini sangat unik, tidak ada padanannya didalam ciptaan. Karena itu Bapa-bapa gereja serta konsili-konsili dan sinode-sinode penting, dalam segala keterbatasan ciptaan, telah memberikan formulasi tentang hubungan ini agar orang-orang percaya dapat mengimaninya.


Menjelaskan tentang hubungan-hubungan yang ada diantara 3 “Pribadi/Keberadaan”

ini, Letham dengan baik menjelaskan parameter-parameter penting yang menyertai penjelasan tentang hubungan-hubungan ini dengan memperhatikan konsep-konsep Gereja, baik Gereja Barat (Latin) maupun Gereja Timur (Yunani). Letham menjelaskan parameter-parameter penting sbb.:


1. Satu Keberadaan – tiga Pribadi, tiga Pribadi – satu Keberadaan.


Ini adalah kosa-kosa kata yang dipilih oleh penterjemah buku Letham. Namun saya lebih suka menterjemahkannya dengan pengertian “Hakikat” sebagai terjemahan dari “Being” dan “Keberadaan” sebagai terjemahan dari “Subsistences.” Karena itu kalimat ini harus dibaca sebagai “Satu Hakikat-Tiga Keberadaan, Tiga Keberadaan-Satu Hakikat.”


Dengan kalimat ini, Letham mengutip Gregory Nazianzus yang menegaskan perlunya kita mengakui ultimasi setara antara keberadaan Allah dan keTiga Pribadi. Allah adalah

keberadaan yang berpribadi secara penuh, bahkan lebih dari itu, karena Ia yang menciptakan pribadi-pribadi, Ia “lebih daripada berpribadi.” Kenyataan-Nya, Ia adalah

persekutuan Tiga Pribadi. Allah adalah Tiga Pribadi dengan “distingsi (pembedaan) yang

tidak dapat direduksi dan berada dalam persatuan yang tidak dapat dipisahkan.” Ia adalah Satu Allah “dalam tiga cara berbeda yang tidak dapat diungkapkan.”

  • Jika kita hanya menekankan keTiga Pribadi dengan perbedaan yang tidak dapat direduksi, kita akan membelok kearah Triteisme,

  • Jika kita harus menekankan suatu persatuan keTiganya yang tidak dapat dipisahkan, kita akan berada dibawah paham Modalisme.

Karena itu pernyataan berikut melepaskan kita dari kedua kesalahan Triteisme dan

Modalisme:


“Ada Satu Allah; dan dalam Allah terdapat Tiga Keberadaan – Bapa, Anak dan Roh Kudus, masing-masing adalah Allah.”

2. KeTiga Pribadi adalah “homoousios.” Sesuai dengan Kredo Konstantinopel, keTiga Pribadi adalah identik dalam keberadaan. Artinya, setiap Pribadi adalah Allah seutuhnya. KeTiganya secara bersama-sama tidaklah lebih ilahi dari salah satu Pribadi tersendiri. Tidak ada gradasi keilahian, tidak ada subordinasi. Ketiga Pribadi sama-sama disembah.


3. KeTiga Pribadi saling mendiami dalam persekutuan yang dinamis. Konsep dari Gereja Timur ini disebut juga “Doktrin Perikhoresis” (koinherensi). Artinya, sekalipun keTiga Pribadi memiliki kunikan tersendiri, namun ke Tiganya saling mendiami dalam hubungan kasih yang hidup.

Contoh: Roh Kudus disebutkan juga dengan nama “Roh Allah” (Mat. 3:16; Rom. 8:14 dan banyak lagi), dan juga disebut dengan nama “Roh Kristus” (Rom. 8:9; 1Pet. 1:11), “Roh Yesus” (Kis. 16:7), “Roh Yesus Kristus” (Fil. 1:19) atau “Roh Anak-Nya” (Gal. 4:6).

Didalam PL, Ia juga disebut sebagai “Roh TUHAN/Yehova,” dan “Roh Allah/Ellohim.”

Yesus juga berkata bahwa “Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh. 10:38). Saat

Filipus meminta Yesus menunjukkan “Bapa” kepada mereka, Yesus berkata bahwa “Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh. 14:10 & 11). Yesus juga mengatakan satu kalimat yang sulit dimengerti diluar konteks Trinitas: “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh. 10:30). Tidak ada padanan hubungan seperti ini didunia ini.


4. KeTiga Pribadi saling berbeda secara tidak dapat direduksi. Artinya masing-masing dari yang Tiga memiliki Pribadi secara penuh. Hal ini telihat dari adanya inkarnasi. Dengan menjadi manusia, Anak memasukkan natur manusia dalam persatuan Pribadi-Nya secara kekal. Hal ini tidak terjadi pada Bapa maupun Roh Kudus. Anak secara kekal berbeda dengan Bapa dan Roh Kudus. Namun sekali lagi harus diingat. Sekalipun masing-masing berdistingsi secara penuh, namun Mereka berada dalam “persatuan yang tidak dapat dipisahkan” (poin 1), karena Mereka “saling mendiami” (poin 3) dan tidak ada “subordinasi” diantara keTiganya (poin 2).


5. Sekalipun keTiganya setara, namun ada “Ordo” diantaranya.

Didalam kesetaraan hubungan-hubungan diatas, keTiganya juga memiliki ordo. “Ordo”

(Letham menggunakan istilah Yunani “taxis”) tidak menyatakan urutan tingkatan (hierarki), namun menyatakan urutan peran.

Misalnya Ordo Penyelamatan: dari Bapa, melalui Anak, oleh Roh Kudus. Namun Ordo ini dibalik dalam respons orang percaya kepada anugerah Allah: oleh Roh Kudus, melalui Anak kepada Bapa. Namun juga ada variasi lainnya. Misalnya doa berkat apostolik (2Kor. 13:13), urutannya adalah Anak, Bapa, Roh Kudus. Namun secara umum adalah Ordo baptisan: Bapa, Anak dan Roh Kudus.


Ordo ini dapat kita lihat juga untuk 2 Karya Utama Allah: Menciptakan dan Menebus.

Ordonya sbb.:

  • BAPA : Mencipta, Menebus.

  • ANAK : Menebus, Mencipta.

  • ROH KUDUS : Melaksanakan (Eksekutor, Operator; menjadikannya menjadi sesuatu yang dapat dialami manusia) Penciptaan dan Penebusan dan Menyatakan (mewahyukan, mengiluminasikan) Penciptaan & Penebusan kepada manusia.

Sebagai suatu sintesa dari seluruh parameter diatas, maka Doktrin Trinitas yang setia kepada Alkitab harus memberi pengungkapan yang setara untuk setiap parameter karena parameter-parameter tersebut bukan saling meniadakan, tetapi saling menjelaskan. Pernyataan berikut merupakan sintesa konsep parameter-parameter diatas:


Ke Tiga Pribadi berbeda secara tidak dapat direduksi, sekaligus Mereka adalah suatu keberadaan yang identik yang saling mendiami. Ada suatu Ordo diantara mereka, tetapi Mereka adalah setara dalam status.


DEFINISI TRINITAS


Berikut adalah definisi yang dapat kita ambil dari diskusi diatas tentang Allah Trinitas Esa yang Agung. Definisi ini tentunya sangat jauh dari kebenaran, karena kita hanya dapat menjangkau sedikit dari Imanensi-Nya, dan tidak sedikitpun dari Transendensi-Nya. Berikut definisi yang dapat kita berikan.


Ingatlah kata-kata kunci berikut:

  • SATU Allah dengan hakikat yang sama,

  • Secara kekal ada bersama,

  • Tiga Pribadi yang berbeda, namun merupakan keberadaan yang indentik karena saling mendiami,

  • Ke Tiganya setara, namun dengan Ordo yang berbeda.

Kiranya rekan-rekan bisa mendapatkan berkat dari pembahasan ini. Pembahasan selanjutnya adalah tentang Trinitas di dalam kitab Wahyu, dan sedikit bahasan mengenai illustrasi. Pastikan rekan-rekan terus mengikutinya. (bersambung)


627 views0 comments

Comments


bottom of page