top of page
  • Writer's pictureSihol Christian Robirosa

A Necessary Evil: Mengapa Allah mengizinkan adanya Kejahatan dan Penderitaan?

Kemungkinan penyebab terbesar mengapa banyak orang tidak mempercayai Allah adalah karena fakta tentang adanya kejahatan dan penderitaan di dunia ini. Apapun agama dan kepercayaan seseorang, maka pertanyaan-pertanyaan ini selalu menjadi ganjalan terbesar untuk mendukung keyakinan mereka bahwa Allah ada, dan Allah adalah baik. Jika memang Allah ada, mengapa ada kejahatan dan penderitaan di dunia ini? Bukankah Allah seharusnya turun tangan untuk menghapus kejahatan dan penderitaan di dunia ini? Maka mereka memutuskan untuk mempercayai bahwa Allah tidak ada. Karena itu mereka memutuskan untuk menjadi ateis, agnostik atau sekedar free thinker saja yang sama-sama berusaha untuk mengatakan bahwa tidak mungkin ada Allah. Dan kalaupun Ia ada, maka Ia bukan Allah yang baik. Atau juga Ia adalah Allah yang impoten, tidak mampu menangani masalah kejahatan dan penderitaan di bumi.

Fakta-fakta tentang kejahatan dan penderitaan ini terutama menjadi demikian nyata di dalam perang-perang besar yang telah terjadi di dunia ini. Seperti penderitaan orang-orang Yahudi dimasa Perang Dunia II yang didominasi oleh kejahatan Hitler dan pasukan Jerman terhadap orang-orang Yahudi misalnya. Dari 9 juta orang Yahudi diaspora yang ada di Eropah pada waktu itu, 6 juta mati ditangan Hitler dan Sistemnya. Ada sekitar 40.000 tempat camp konsentrasi yang didirikan Jerman diseluruh Eropah yang dikuasainya yang dipakai oleh Hitler untuk mengeksekusi orang-orang Yahudi yang mayoritasnya dibunuh secara massal dengan memakai gas beracun. Sama seperti membunuh tikus saja. Tua muda, bahkan anak-anak yang tidak mengerti digiring untuk dieksekusi dengan gas, lalu dibakar. Dan karena kapasitas pembakaran mayat tidak cukup, mereka kemudian dikuburkan secara masal, seperti menguburkan ayam yang terkena flu burung. Semua kengerian holocaust ini dapat dilihat di film-film dokumentarinya maupun dalam film-film yang didasari oleh kejadian-kejadian aslinya, seperti The Holocaust, Sobibor, dll.


Kenyataan pahit seperti ini akan membuat siapapun yang memiliki hati nurani, akan menangis dan bertanya: mengapa Tuhan? Masih lumayan jika kita masih sanggup bertanya demikian, karena pada dasarnya kita masih berpaling kepada-Nya untuk mendapat jawaban. Banyak yang kemudian memutuskan untuk mengambil sikap bermusuhan dengan Allah, dengan cara tidak mengakui keberadaan-Nya atau tidak mempercayai hakikat kebaikan-Nya. Sama seperti seorang nenek yang sangat ceria yang saya temui di salah satu taman kecil di Yerusalem tahun 2016 yang lalu.

Nenek ini berusia 80 an, namun masih kelihatan cantik, menarik dan ramah. Beliau sangat fasih bahasa Inggris sehingga enak untuk ngobrol tentang Yerusalem dan betapa indahnya pagi itu. Lalu saya menjelaskan mengapa kami ke Yerusalem untuk berziarah agar mengerti dengan lebih baik apa yang kami percayai. Lalu giliran saya menanyakan bagaimana tentang Yudaisme yg dia anut. Dia katakan dia tetap mengikuti kegiatan Yudaisme seperti Sabat, namun dia katakan bahwa dia sudah tidak percaya adanya Allah. Saya kaget dan bertanya mengapa. Dengan wajah yang sedikit murung, dengan tegas dia berkata “if God is truly exist, why did He allows His people to suffer in the holocausts?” Lalu dia bercerita bahwa dia adalah pelaku sejarah yang menderita dibawah kekejaman Hitler & Nazinya. Dia dan seluruh keluarganya.


Saya melihat sebenarnya dia bukan tidak percaya bahwa Allah ada, tetapi hanya tidak dapat menerima kalau Allah itu kasih adanya. Karena itu kepahitan telah menguasai hatinya. Hati saya turut berduka mendengarnya. Namun tidak dapat memberi tanggapan apa-apa. Banyak orang-orang baik lainnya yang juga tersandung dengan kenyataan-kenyataan ini. Mereka sebenarnya ingin percaya bahwa Allah itu ada, dan Allah itu baik, tetapi tersandung karena melihat eksistensi penderitaan di dunia ini. Mereka melihat yang menderita tidak memandang bulu, yang jahat dan yang baik. Bahkan dalam banyak hal, orang-orang baik lebih banyak mengalami penderitaan.

Einstein, seorang Yahudi jenius yang telah memberi pondasi bagi teknologi-teknologi modern masa kini, juga tersandung masalah ini. Beliau bukan tidak percaya adanya Allah yang mencipta dan mengatur alam semesta ini, karena ia berkata bahwa “keteraturan semesta bukan hasil dari buang dadu (kebetulan).” Beliau tidak percaya kepada adanya Allah karena fakta penderitaan yang ada di dalam dunia ini. Baginya lebih menarik untuk mengagumi bagaimana semesta ini berjalan, tanpa harus mempercayai bahwa Allahlah yang mengaturnya, karena jika ada Allah yang baik maka manusia tidak akan menderita.

Bagaimana kita sebagai orang Kristen menyikapi hal ini?

Banyak yang mengabaikannya begitu saja karena tidak berani menghadapi pertanyaan yang sangat sulit ini. Lebih banyak lagi orang Kristen yang memuaskan diri dengan jawaban stereotype bahwa Allah adalah baik, tetapi dosa manusialah yang menciptakan penderitaan. Apakah anda berani untuk mengatakan itu jika anak yang paling anda sayangi mati muda karena kanker atau tertabrak mati, padahal ia adalah anak yang paling patuh, paling rendah hati, dan paling penyayang? Kita gampang untuk menjawab hal-hal tersebut secara stereotype karena kita tidak/belum mengalami hal itu.

Pertanyaan ini memerlukan perenungan dan mencari jawaban menurut perspektif Alkitab, agar kita dapat kuat menghadapi kejahatan dan penderitaan saat ia datang kepada kita. Tentu saja kita tidak akan mendapat jawaban tuntas selagi kita masih ada di dalam dunia ini, karena banyak yang masih menjadi misteri. Bahkan sampai saat ini para teolog belum memiliki jawaban yang dapat memuaskan semua orang. Biarlah misteri menjadi milik Allah. Kita hanya mencoba untuk mengerti apa yang telah dinyatakan kepada kita, sebagai panduan dalam hidup kita agar kita tidak menjadi tawar hati dan menjauhi, bahkan memusuhi Allah.

Blog ini sangat jauh dari memberi jawaban terhadap hal-hal ini karena saya sangat tahu diri tentang diri saya. Saya jauh dari memiliki pengetahuan yang memadai tentang topik ini, dan juga tidak memiliki pengalaman yang layak untuk membahasnya. Namun karena kebutuhan yang sangat mendesak (topik ini sangat jarang diajarkan kepada orang Kristen di Indonesia), saya memberanikan diri untuk menulisnya.

Blog ini tidak bertujuan untuk memberi pengetahuan tentang mengapa hal-hal itu terjadi, tetapi lebih kepada usulan sikap yang dapat kita ambil saat kita mengalami kejahatan & penderitaan. Ini hanya sebagai penambah wawasan saja. Semoga berguna bagi anda.

Apakah kejahatan dan penderitaan juga diciptakan oleh Allah?

Banyak kita yang akan langsung menjawab secara stereotype pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa Allah adalah baik adanya dan tidak pernah menciptakan kejahatan atau penderitaan. Jawaban ini banyak dipakai orang Kristen, bahkan pemimpin-pemimpin Kristen karena malas untuk berpikir lebih serius masalah ini.

Jika kejahatan dan penderitaan tidak diciptakan oleh Allah, dari mana datangnya? Karena faktanya kejahatan dan penderitaan ada di dunia. Bahkan sangat nyata dan mendominasi dunia. Jika mengatakan bahwa Iblislah yang menciptakannya, maka ia juga adalah pencipta, sekalipun ciptaannya jahat. Dengan memegang konsep ini, sebenarnya orang-orang Kristen ini memegang konsep agama-agama lain yang mengajarkan bahwa baik dan jahat (seperti Yin & Yang) adalah 2 hal yang setara agar terjadi keseimbangan. Tanpa sadar orang-orang Kristen meninggikan kedudukan Iblis setara dengan Allah.

Alkitab mengajarkan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah (dengan Firman-Nya, melalui Roh-Nya). Termasuk didalamnya kejahatan dan penderitaan, terang dan gelap, kedamaian dan kejahatan.

I form the light, and create darkness: I make peace, and create evil: I the LORD do all these things. (Mzm. 45:7 – KJV, ASV, YLT)

What? shall we receive good at the hand of God, and shall we not receive evil? (Ayub 2:10 – KJV, YLT, ESV)

Kata “Evil (Ibr. Raah)” arti utamanya adalah “bad (tidak baik)” atau “evil (kejahatan)”. Arti ikutannya adalah “adversity” (kesusahan), “calamity” (kemalangan) yang dipakai oleh LAI.

Pada dasarnya ayat-ayat tersebut memperlihatkan bahwa kejahatan, nasib malang, penderitaan, ketidakbaikan ada karena Allah menciptakannya.

Namun ini tidak berarti pelaku kejahatan itu adalah Allah sendiri. Allah menciptakan adanya kejahatan (bahkan Iblis) untuk suatu maksud. Namun harus ditekankan disini dan harus diingat bahwa sekalipun Allah menciptakan kejahatan, namun Ia bukan pelakunya. Artinya Ia tidak dapat dan tidak akan melakukan kejahatan, karena kejahatan berlawanan dengan hakikat-hakikat moral-Nya yang Baik, Benar & Kudus. Ia menciptakan kejahatan bagi suatu maksud yang saat ini kita belum dapat mengerti sepenuhnya. Namun dari Alkitab, kita dapat sedikit mengerti apa tujuan Allah menciptakan kejahatan & penderitaan ini:

>> Kejahatan & Penderitaan membuat kita mengerti apa itu Kebaikan dan Pengharapan.

Tanpa kegelapan, kita tidak dapat mengerti dan menghargai apa itu terang. Tanpa dukacita, kita tidak dapat mengerti dan menghargai apa itu sukacita. Tanpa penderitaan, kita tidak mengerti dan menghargai apa itu pengharapan. Tanpa kejahatan, kita tidak mengerti kebaikan. Tanpa kejahatan iblis, kita tidak mengerti kebaikan dan kasih Allah.

>> Kejahatan & Penderitaan membuat kita selalu bersandar kepada Allah.

Pada dasarnya manusia yang berdosa selalu fokus kepada dirinya sendiri. Apalagi saat mereka sukses, sehat, kaya dan ternama. Mereka akan tenggelam kepada ilusi bahwa mereka makhluk tak terkalahkan dan melupakan Penciptanya. Sampai mereka menderita kanker, atau tidak berdaya karena sudah tua, atau kehilangan apa yang mereka pegang selama ini (kesehatan, kekayaan, keluarga, nama besar, dst). Lalu mereka sadar, dan kembali melihat kepada Allah untuk pertolongan-Nya.

>> Kejahatan & Penderitaan membuat kita sadar bahwa dunia ini bukan rumah kita.

Kemalangan terbesar zaman kini yang tidak disadari oleh manusia adalah bahwa mereka hidup seolah-olah mereka akan hidup didunia ini selamanya. Tidak pernah ada waktu untuk menyadari bahwa kematian dapat menyapa mereka setiap waktu. Mereka sibuk dengan kehidupannya, sampai kejahatan dan penderitaan menyapa mereka. Lalu mereka merasa tidak nyaman lagi di dunia ini. Barulah mereka menyadari bahwa dunia ini hanya tempat transit saja, bukan rumah permanennya. Maka mereka mulai mencari Allah dan masa depan di kekekalan.

>> Kejahatan & Penderitaan adalah alat untuk memuliakan orang-orang percaya.

Carilah Alkitab Perjanjian Baru elektronik anda tentang kata “derita atau penderitaan” dan “mulia atau kemuliaan”, maka anda akan temukan bahwa kemuliaan selalu terhubung dengan penderitaan. Allah memuliakan orang-orang percaya melalui penderitaan. Kristus juga melalui jalan itu. Para rasul juga melaluinya. Bahan kita mengerti sekarang bahwa penderitaan tertinggi, yaitu mati martir, merupakan cara Allah untuk memberi kemuliaan tertinggi kepada orang-orang percaya. Baca peristiwa Stefanus. Tidak ada tempat lain yang mencatat kematian seseorang yang langsung disambut Anak Allah dengan cara “standing ovation” (biasanya untuk menyambut tamu terhormat, maka semua orang di dalam ruangan itu akan berdiri).

Jika kita mengerti bahwa kejahatan yang menimpa kita sehingga mengakibatkan penderitaan itu justru dipakai oleh Allah untuk mempermuliakan kita, maka berbahagialah kita saat kita mengalami penderitaan itu.

Jaminan khusus bagi orang percaya yang mengalami kejahatan & penderitaan

Bagi orang-orang percaya, semua yang kita alami sekarang, termasuk kejahatan & penderitaan yang menimpa kita, memiliki jaminan dari Allah bahwa hasil akhirnya adalah kebaikan bagi kita:

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Rom. 8:28)

Bagi orang percaya, ada jaminan bahwa apapun yang kita alami, maka hasilnya hanya akan menjadi kebaikan bagi kita. Yusuf adalah contoh yang baik tentang kejahatan & penderitaan yang menimpanya justru dipakai Allah untuk kebaikannya, bahkan kebaikan seluruh keluarganya.

Bahkan dosa dan kejatuhan kita dapat dipakai Allah untuk mendatangkan kebaikan akhirnya. Kisah perselingkuhan Daud dengan Batsyeba memang mendatangkan penderitaan berkepanjangan bagi keluarga Daud, namun justru dari Batsyebalah lahir keturunan Mesias.

Karena itu, saat kita mengalami penderitaan dan kejahatan terhadap diri kita, ingatlah bahwa inipun akan dipakai Allah untuk mendatangkan kebaikan pada akhirnya. Karena itu, lihatlah akhir yang pasti bahagia, supaya kita sanggup bertahan dalam penderitaan kita.

A Neccesary Evil (Kejahatan yang diperlukan)?

Kita dapat simpulkan bahwa sejauh yang kita ketahui dalam bahasan ini, maka eksistensi kejahatan memang diciptakan Allah. Namun kita belum pernah membaca bahwa Allah menyenangi kejahatan. Apalagi sebagai pelaku kejahatan. Justru sebaliknya. Allah sangat membenci kejahatan, bahkan menghukum kejahatan dan malaikat atau orang yang melakukannya.

Sepertinya, kejahatan hanya merupakan suatu alat ditangan Allah yang dipakai-Nya untuk menyatakan kemuliaan-Nya (= gabungan dari hakikat/sifat-sifat-Nya) yang justru bertolakbelakang dengan kejahatan & akibat-akibatnya (termasuk penderitaan).

Yang menakjubkan, Allah memakai kejahatan & penderitaan sebagai alat untuk menuntun umat-Nya menuju kemuliaan. Bahkan Yesus sendiri dimuliakan melalui tangan kejahatan & penderitaan.

Jadi, apakah kejahatan itu memang diperlukan? Jawabannya, iya. Tapi oleh Allah saja, bukan oleh manusia. Karena dengan kuasa dan kemuliaan-Nya, Ia dapat memakai kejahatan untuk menumbuhkan kebaikan. Ia dapat memakai kejahatan seperti sebutir benih yang menghasilkan buah kebaikan pada akhirnya. Puji Tuhan untuk itu.

Tetapi jangan coba-coba anda bermain seperti Allah. Ditangan anda, kejahatan akan menghasilkan hukuman dan penderitaan yang tidak berguna.

Semoga bermanfaat.

Batam, 01 Juni 2020

SCR-BTBM Indonesia

355 views0 comments

Comments


bottom of page